Kamis, 19 Januari 2012

Kado di Tahun Baru (end)


Malam tahun baru, menjelang 1 Januari 2012.
“Kenapa kamu gak cerita sama emak Di? Uang tiga puluh lima ribu kan bukan angka yang kecil. Emak juga bisa kasih, ucap Emak sambil mengelus kepala Adi lembut. Adi hanya menutup wajahnya dengan bantal.
Adi membuka wajahnya “Adi pengen kasih hadiah buat emak. Adi ingat  betul kata-kata emak kalo emak pengen Adi jadi sarjana,
Emak terdiam. Ia tersenyum mendengar kata-kata anaknya yang sangat ia sayangi.
“Emak gak pernah dapet hadiah apa-apa di hari ulang tahun Emak. Adi gamau ngerepotin Emak. Biar Emak capek buat biaya Adi sekolah. Masa hadiah ulang tahun uangnya dari Emak sendiri.”
“Iya emak tahu, tapi kan kamu sendiri yang jadi begini. Sudah dipalak preman, dijambret juga. Waktu kamu dipalak kamu juga ga cerita sama Emak,kata-kata emak terdengar hendak tertawa. Adi hanya tersenyum kesal.
“Iya mak maafin Adi, Adi juga mikir-mikir mau ngamen lagi. Mana Adi udah dimarahin ama emak gak boleh ngamen lagi,ucap Adi. Alasan yang membuat emak tersenyum semakin lebar.
“Adi sayang sama emak. Adi juga pengen jadi sarjana, tapi Adi gak mau bikin emak repot. Biar adi belajar berusaha buat apa yang Adi mau,
“Yaudah Di, semuanya udah terjadi. Emak seneng Adi mau berusaha buat itu semua. Emak bahagia punya Adi. Emak seneng dengernya. kata Emak sambil beranjak dari kasur. Adi masih telungkup sambil menutup wajahnya dengan bantal.
“Sekarang emak yang punya hadiah buat Adi. Tuh ambil sana, dimeja makan,
“Apa mak?” Adi terperangah dari tidurnya.
Beberapa buah jagung mentah tergeletak dibalik tudung saji lengkap dengan bumbu dan perlengkapan lainnya. Seplastik arang tersimpan dibawah meja makan. Malam tahun baru kini emak mempunyai agenda khusus. Mereka hendak menghabiskan malam tahun baru dengan membakar jagung bersama. Adi senang bukan main. Jagung bakar adalah makanan favorit Adi. Tak lupa Adi mengajak Kang Maman untuk berpesta bersama.
“Waahh… si Adi bikin bakar jagung euy!” teriak Kang Maman tampak bersemangat. Bersama Adi, ia mempersiapkan pembakaran didepan halaman sempit rumahnya. Asap mengepul kesegala arah. Wangi jagung bakar kini menghiasi gang sempit itu.
Malam tahun baru kali ini terasa hangat. Kini Adi sudah bisa menerima kejadian-kejadian yang ia alami dengan ikhlas. Dan bagi Emak, usaha Adi selama ini adalah hadiah ulang tahun terindah yang pernah Emak dapat. Kasih sayang seorang anak angkat yang berusaha keras membuktikan usaha terbaik baginya. Emak memang tidak dikaruniai anak dari rahimnya, tapi Tuhan mengkaruniai Emak dengan seorang anak yang tulus menyayanginya. Emak bersyukur usahanya selama ini membuahkan hasil yang manis. Seorang anak yang berbakti baginya dan sangat menyayanginya. Mungkin Emak tidak perlu meminta hadiah dari siapapun untuk ulang tahunnya. Karena hadiah itu telah Emak miliki untuk menemani hari-harinya.
***      ***      ***
2 Januari 2012
Udara pagi di tahun yang baru terasa lebih segar. Burung-burung berceloteh  di ujung tangkai pepohonan. Cahaya matahari menyapu hangat keseluruh penjuru mata angin. Ditiap permulaan tahun, orang-orang mulai menyusun resolusi baru untuk satu tahun kedepan. Harapan, cita-cita, dan tujuan baru dirangkai dan diatur dengan penuh optimis dalam doa yang dipanjatkan. Awal yang baik diyakini akan membuahkan akhir yang baik. Dan di awal tahun ini, tiap orang berusaha untuk membukanya dengan sebuah permulaan yang baik.
Hari kedua di tahun baru. Adi masih menikmati sisa-sisa liburan sekolahnya. Ia membuka buku tulis kosong dan menulis beberapa harapan dan target selama satu tahun kedepan. Emak sedang memasak didapur. Ternyata para ibu di komplek sebelah memberikan libur juga pada Emak.
Adi yang sedang berdiam dikamar dikagetkan dengan bunyi ketukan pintu diruang depan. Terdengar beberapa pria saling berbicara dari balik pintu. Merasa tuan rumah tidak mendengar, para tamu kembali mengetuk pintu.
“Assalamualaikum!
Emak berjalan tergopoh-gopoh. Ia segera menuju ruang tamu dan membukakan pintu bagi tamu yang datang itu.
“Waalaikumsalam!
Emak menatap tamu yang datang dengan wajah keheranan. Tiga orang pria berseragam pabrik minyak nasional tersenyum padanya.
“Maaf ibu, betul ini rumah dari Adi Nurrahman?” tanya salah seorang dari tiga pria itu memastikan alamat rumah yang dituju.
“Betul ini rumahnya Adi, hmmmm .. ada apa ya sama Adi?” tanya Emak. Ia masih keheranan dengan apa yang ia lihat. Tiga tamu ini tampak rapi dan tampan. Setahu emak, Adi tidak pernah memiliki teman dari perusahaan minyak.
“Selamat ibu atas keberhasilan anak ibu,
Emak semakin tak mengerti apa yang terjadi. Selamat apa? Hadiah apa? Emak bertanya-tanya dalam hati. Dari balik tirai kamar Adi mengintip tiga tamu yang masih berdiri di ruang tamu. Ia menyelidiki label perusahaan yang tertempel disaku kemeja mereka. Sebuah nama perusahaan minyak terbesar di negeri ini. Adi mencoba mengingat-ingat kembali. Hingga ia menyadari bahwa perusahaan itu adalah panitia penyelenggara lomba yang gagal ia ikuti.
“Anak ibu mendapat juara satu.
Senyap. Hanya terdengar antukkan kening yang bersujud diatas lantai.
***      ***      ***
5 Februari 2015
Gemuruh suara gamelan terdengar keseluruh penjuru gedung. Prosesi wisuda untuk tingkat sarjana membuat orang berdecak kagum. Penyambutan barisan berbaju toga diiringi dengan musik gamelan khas sunda dan paduan suara mahasiswa. Wajah-wajah penuh senyum berjalan seirama dengan alunan musik menuju tempat duduk yang sudah berjajar rapi. Gedung megah itu bernama Gymnasium. Gedung yang menjadi saksi tiap mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ketika memulai dan menutup lembaran kisah sebagai mahasiswa. Gedung yang menyambut mahasiswa pertama kali dengan Masa Orientasi Kampus dan melepas mahasiswa dengan Prosesi Wisuda.
Setelah para wisudawan duduk rapi, bapak rektor naik keatas podium dan memberikan sambutan bagi para wisudawan. Senyum bahagia bapak rektor tersungging dibibirnya. Kebahagiaan seorang guru adalah ketika muridnya berhasil menyelesaikan program studi yang diemban. Dan itu Adi rasakan saat ini.
“Selamat bagi para wisudawan yang lulus tahun ini, semoga ilmu kalian bermanfaat, dan dapat mengabdi pada masyarakat dengan ilmu yang kalian kuasai.”
Sontak para wisudawan bertepuk tangan. Kebahagiaan muncul dari wajah tiap orang yang berada di gedung itu.
“Baiklah, saya akan memanggil seorang wisudawan dengan prestasi yang sangat baik. Yang mendapatkan predikat cumlaude. Ia adalah …. “
Para wisudawan bertanya-tanya siapakah orang yang akan dipanggil.
“Adi Nurrahman … silakan maju kedepan dan memberikan orasinya.
Gemuruh tepuk tangan wisudawan membahana ketika Adi berjalan menuju podium. Ia betul-betul tak menyangka akan hasil yang ia dapat.
“Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih untuk Bapak Rektor yang sudah memberikan saya kesempatan,
Emak yang duduk agak jauh dari pandangan Adi tak kuasa menahan tangis. Anaknya kini sudah memenuhi cita-citanya.
“Sungguh meruapakan kesyukuran yang luar biasa. Bagi kita semua, yang telah menyelesaikan studi di kampus yang sangat kita cintai ini, Universitas Pendidikan Indonesia. Toga ini saya persembahkan untuk seorang yang sangat saya sayangi.Seorang yang selalu berjuang bagi saya khususnya, dan seorang yang sangat berarti bagi kita semua. Ia adalah Ibu kita tercinta,
Para wisudawan tak henti-hentinya bertepuk tangan. Beberapa wisudawati meneteskan ait mata.
“Dan ucapan terima kasih saya ucapkan pada segenap dosen yang telah membimbing kami, yang rela membantu kami dalam menuntut ilmu. Sungguh jasa dan pengorbanan bapak ibu, memberikan arti yang begitu mendalam dihati kami,
Pada dosen tersenyum dengan penuh kebahagiaan. Mereka bangga dengan torehan prestasi Adi.
“Terakhir yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Pada seseorang yang telah membantu saya. Seseorang  yang sampai saat ini tidak saya ketahui. Seseorang yang tidak pernah memberi tahu identitasnya. Dalam mengupayakan saya, untuk mengenyam pendidikan di kampus ini. Entah siapa dan dimana, tetapi ia telah memberikan sumbangsih besar bagi saya. Saya betul-betul mendoakan, supaya ia diberi balasan yang berlipat dari Yang Maha Kuasa. Sekiranya saya diberi kesempatan  untuk bertemu dengannya, saya ingin berterima kasih sebesar-besarnya pada orang itu.” Adi menutup orasinya. Gemuruh tepuk tangan menyeruak keseantero ruangan. Hari itu tidak akan Adi lupakan. Gelar sarjana telah ia dapatkan.
***      ***      ***
8 Desember 2011
            “Wah Pak Heri rajin bener, periksa tugas Pak?” Pak Budi, guru bahasa Indonesia, menyapa Pak Heri yang membawa tumpukkan buku tulis. Pak Heri tersenyum lebar.
            “Iya Pak Budi, anak-anak saya suruh buat essai, tentang sejarah bangsa,kata Pak Heri sambil meletakkan tumpukkan buku itu diatas meja kerjanya. Mengambil tempat duduk dan membuka satu per satu buku dihadapannya.
            Pak Heri memeriksa essai yang ditulis oleh anak-anak dengan cermat. Beberapa tokoh disebutkan dalam essai itu. Pak Heri senyam-senyum sendiri melihat tulisan anak-anak yang terkadang polos,lucu dan ngelantur kemana-mana.
            “Dasar anak-anak …” lirih Pak Heri dalam hati. Ia cukup bangga dengan hasil kerja anak didiknya. Tetapi ada yang aneh dengan sebuat tulisan yang baru saja ia periksa. Sebuah essai tertulis runtut dan rapi dengan tema yang berbeda dari apa yang ia perintahkan. Tulisan yang berisi gagasan tentang pemberdayaan dan pergerakan pemuda. Melihat keganjilan yang ia dapati, Pak Heri memanggil Pak Budi untuk mendekatinya. Ia menunjukkan sebuat essai yang ditulis rapi itu.
            “Wah Pak Her, jarang ada siswa kita mampu menulis seperti itu, saya rasa itu bukan untuk tugas Pak,Pak Budi membolak-balikkan lembar demi lembar buku tulis itu.
            “Saya rasa juga demikian. Ada alamat yang tercantum dihalaman pertama. Juga ada tulisan seperti … apa itu namanya… syarat dan ketentuan. Apa mungkin dia ingin mengikti lomba?
            “Hmmm, coba saya lihat … wah Pak Her, sebentar lagi ini deadline nya, harus segera dikumpulkan. Coba saya periksa dulu Pak, barang kali ada yang salah,Pak Budi membawa buku tulis itu ke meja kerjanya. Ia meneliti kata demi kata dari essai yang ia baca.
            “ Kalo bisa sekalian diketik juga Pak Budi, biar nanti saya yang urus selanjutnya,
            “Oh siap siap Pak!kata Pak Budi. Ia lantas menyalakan komputer tua milik sekolah.
            Semenjak satu minggu Pak Heri memperhatikan tingkah laku Adi. Ia melihat ada yang berbeda dengannya. Adi tampak sedikit lebih murung dan banyak diam. Tak sengaja Pak Heri melihatnya terpaku didepan mading saat sedang mengecek ruangan kelas lain. Ia mendapati Adi menyobek sebuah pengumuman yang tertempel. Sebelumnya ia tak menyadari apa yang Adi lakukan. Ternyata Adi hendak mengikuti lomba menulis essai tingkat nasional.
            Tiga puluh menit kemudian, Pak Budi  menyerahkan beberapa lembar kertas HVS yang telah ia print.
            “Ini Pak, sudah saya ketik. Tulisannya bagus sekali. Isinya berbobot.” tukas Pak Budi.
             “Hmm, itu mau diikutkan lomba Pak Bud. Saya minta tolong juga pak, sekalian bapak masukkan dalam flashdisk lalu emailkan essai itu di warnet sebelah, alamat email nya ada dilembar sampul buku,” ucap Pak Heri sambil membereskan mejanya. Ia mengambil kunci motor dan memakai jaket kulit tuanya.
            “Lalu bapak mau kemana toh Pak?”
            “Ke Bank Pak Bud. Transfer uang untuk melengkapi persyaratannya.
***      ***      ***
Ilustrasi


13 Shafar 1432 H / 7th of January 2012. 05.49 PM. At my lovely castle.
Cerpen ini dilombakan pada Lomba Essay dan Cerpen Online Nasional jilid 2

Tidak ada komentar:

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish