Sabtu, 14 Januari 2012

Indonesia (part1)

Bukan lebay, sok, atau gimana .... di awal blog ini saya ingin katakan "Saya bangga menjadi bangsa Indonesia"

Kali ini saya memakai kata "saya" bukan ane, gue, abdi, atau apapun yang lain. Kenapa? Kata-kata "saya" lebih mewakili seluruh bangsa Indonesia. Tidak spesifik pada satu suku atau golongan.

Oke, back to chapter. Indonesia. Negara yang kita duduki saat ini adalah sebuah negara yang baru merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 silam. Kala itu para pejuang dan penggerak bangsa benar-benar berupaya untuk memerdekakan bangsa ini. Saat Jepang menyerah pada Sekutu, dan Belanda sedang tidak berdaya, maka Indonesia yang sedang vacuum of power itu memprokalamasikan sebuah kemerdekaan. Tahukah kawan  berapa ribu, jutaan, bahkan milyaran orang yang harus dikorbankan demi sebuah kemerdekaan? Sejak Portugis menguasai malaka pada tahun 1511 yang lalu, negeri ini memasuki sebuah era kegelapan. Era dimana bangsa ini harus menjadi bangsa yang tertindas dan terjajah. Ditangan para kolonial.

Negara maju di Eropa manakah yang belum menjajah Indonesia? Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, bahkan bangsa serumpun Asia, Jepang-pun ikut "ngiler" untuk menduduki negara dengan gugusan hampir 17.000 pulau ini. Letak strategis di garis khatulistiwa, cuaca tropis, panorama alam yang indah, serta sumber daya yang berlimpah ruah tersedia bebas di negeri ini. Tak heran bila Belanda begitu betah untuk "tinggal" disini hampir 3,5 abad. Bayangkan? 3,5 abad itu mungkin hampir 5 keturunan atau bahkan tujuh keturunan. Dan Indonesia kala itu masih menunggu seorang pejuang yang berani menyatakan bahwa negara ini adalah negara merdeka. Dan itu terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kalau kita coba amati, Indonesia adalah negara yang mahal. Untuk lahir menjadi negara merdeka saja butuh jutaan nyawa dan milyaran tetesan darah. Untuk mengibarkan bendera Merah Putih saja kita butuh para pahlawan yang rela dibuang, diasingkan, disiksa, bahkan dibunuh dengan keji. Apa para pahlawan mengharapkan balasan atau pemberian atas segala jasanya? Sama sekali tidak. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak mencicipi kado kemerdekaan yang telah lama mereka perjuangkan. Lalu apakah mereka membela bangsa ini atas dasar latar belakang mereka? Agama mereka saja? Suku mereka saja? atau golongan mereka saja? Tidak. Mereka bukan pejuang Taliban, Hamas, atau Mujahidin seperti di negara arab. Mereka berjuang demi satu nama. Indonesia.

Dan upaya kemerdekaan tidak berhenti sampai tanggal dimana Bung Karno membacakan teks proklamasi. Sekutu dan antek-anteknya belum mau mengakui kemerdekaan bangsa yang masih seumur jagung. Peristiwa mempertahankan kemerdekaan ini pun mensyaratkan tumpahan darah yang tidak sedikit. Kembali orang-orang yang ikhlas berjuang untuk bangsa ini mengorbankan seluruh jiwa dan raganya. Demi satu nama. Indonesia.

Apakah mereka salah berjuang untuk Indonesia? Apakah mereka orang fanatik? Saya rasa tidak. Mereka berjuang ikhlas dan lillahi ta'ala. Bukan semata untuk negara, tapi untuk seluruh masyarakat yang hidup di bangsa ini. Mereka berjuang untuk kelangsungan hidup seluruh masyarakat bangsa. Tidak perhitungan apakah mereka satu suku, agama, ras, atau golongan manapun.

Pertanyaannya, apakah selama ini kita menyadari bahwa tanah air ini telah dilumuri banyak darah demi sebuah kemerdekaan? Apakah kita menghargai jasa dan upaya mereka terdahulu?

Mungkin ini adalah pertanyaan yang sulit dijawab dengan kata-kata. Hanya perbuatan dan usaha yang mampu menjawabnya.

(to be continued)

Tidak ada komentar:

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish