Selasa, 31 Januari 2012

Parlemen Muda National Conference (part2)

Pidato Sambutan Konferensi Nasional Parlemen Muda

Bapak Anies Baswedan



Tulisan ini bersifat ulasan, rangkuman, dan deskripsi ulang dari apa yang dipidatokan oleh Bapak Anies Baswedan

Pemuda dalam sejarah kelahiran bangsa ini selalu menjadi motor penggerak. Sudah banyak bukti dan cerita bahwa pemuda selalu menjadi barisan terdepan dalam perjuangan bangsa ini. Dahulu kita mengenal Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, dan gerakan kepemudaan lainnya.Hingga proklamasi yang dipekikan Bung Karno, semua dimotori oleh para pemuda. Tak ayal, Sukarno pun ketika itu masih dalam usia muda.

Tapi pemuda Indonesia saat ini seperti tidak terdengar gaungnya. Berbeda dengan semangat reformasi di tahun 1998 atau tahun-tahun sebelumnya. Apa yang terjadi pada diri pemuda? Pemuda haruslah membawa gerakan dan gagasan baru. Lalu kebaruan apa yang akan kita bawa selaku pemuda? Kita tarik garis tengah, mengapa pemuda saat ini tidak terlalu keras gema dan gaungnya? Bukan masalah partisipasi atau minimnya kesadaran para pemuda dalam dunia pergerakan, tidak, pemuda saat ini sudah banyak yang turut andil dalam berbagai gerakan di negeri ini,  tetapi kebaruan apa yang akan para pemuda bawa dan perjuangkan?

Sering kita mendengar berbagai konferensi, gerakan, kongres, atau perkumpulan pemuda yang mengatas namakan suara rakyat. Tapi yang sering kita temukan pula, kita terlalu banyak berkeluh kesah dan menambah pesimisme. Kita terlalu asyik mengutuk, mencibir, dan mencemooh kenyataan pahit yang ada saat ini. Oleh karena itu, sebaiknya perkumpulan, gerakan, dan kongres itu diganti visinya. Bukan hanya untuk mendiskusikan isu dan memprotesnya sampai ke turun kejalan. Bukan itu saja. Memang demonstrasi memiliki pengaruh besar dalam membuat perubahan, tapi bukan hanya demonstrasi yang menjadi titik semua perubahan. Kita berdiskusi dan menyatukan ide untuk suatu aksi. Aksi yang membawa perubahan. Banyak ide kreatif yang kita punya untuk membuat sebuah  gerakan perubahan. Bukan hanya mencibir, mengutuk, dan mencemooh  kenyataan pahit yang sedang terjadi. Ingat, dinegeri  kita ini, masih banyak orang baik yang mampu menjawab semua permasalahan yang ada. Masih banyak solusi dan jalan keluar dari semua problematika yang ada. Hanya yang berani yang mampu untuk membuat perubahan. Dan yang berani bukan hanya satu atau dua orang. Tetapi jutaan, bahkan ratusan juta.

Apa yang harus pemuda miliki? Bekal apa yang harus pemuda punya untuk suatu perubahan itu?

Pemuda memiliki semangat juang tinggi dan energy yang besar. Tetapi, sering kita lihat, beberapa pemuda tidak menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan itu. Kita terlampau asyik dalam kesenangan, hura-hura, dan hal-hal yang bersifat mubadzir. Coba kita pikirkan, bila setiap pemuda mampu membaca buku dalam sehari, lalu menuliskan apa yang ide yang ia miliki satu jam sehari saja, kita bisa lihat bahwa pemuda memiliki kemampuan penalaran yang tinggi. Satu jam saja. Bila dibandingkan dengan nongkrong, bermain-main, jalan-jalan, satu jam mungkin tidak terasa apa-apa. Disinilah kita perlu melatih diri. Melatih kepekaan. Melatih kesadaran bahwa permasalahan yang ada lebih menarik perhatian kita daripada kesenangan yang kita kerjakan. Anak jalanan yang membutuhkan uluran tangan kita masih berjumlah ribuan dinegeri ini. Rakyat miskin masih berjumlah jutaan dinegeri ini. Mereka yang putus sekolah masih bersifat  ribuan dinegeri ini. Lihatlah kawan, apakah Syahrir, Bung Karno, Bung Hatta sibuk dalam kesenangan mereka saja? Apakah Soe Hok Gie, Arif Rahman Hakim, Soedirman mereka asyik nongkrong saja? Tidak kawan! Mereka rela meninggalkan kesenangan mereka sebagai kaum muda untuk suatu gerakan. Mereka melatih diri sejak muda, bahkan mereka rela mengorbankan nyawa mereka untuk suatu perubahan? Dimanakah kita sekarang kawan? Dimanakah kita saat ini para pemuda?

Ketika Bung Hatta meresmikan suatu bendungan didaerah Sumatera Barat. Bung Hatta berpidato dan mengatakan bahwa dinegeri ini, akan dibutuhkan banyak Insinyur dan Teknisi. Maka beberapa tahun kedepan, dari sana banyak lahir para Insinyur brilian dan cerdas. Mengapa mereka mau mengikuti apa yang Bung Hatta katakan? Karena dalam tubuh Bung Hatta ada sebuah intregritas. Bung Hatta tidak peduli berapa uang yang akan ia terima dari royalty, atau proyek yang dikerjakan. Bung Hatta tidak lantas ikut-ikutan tender dalam pembangunan berbagai sarana. Bung Hatta tidak mengharapkan jabatan atau kursi dari ide yang ia cetuskan. Bung Hatta berkata demikian dengan ikhlas. Tanpa memikirkan serupiah pun untuk dirinya. Semua ia lakukan untuk Indonesia. Intregritas. Betapa negeri kita saat ini menanti para pemimpin  yang memiliki intregritas. Pemimpin yang ikhlas dan rela berjuang demi sebuah kemajuan tanpa ia harus berharap satu sen pun masuk dalam sakunya. Inilah yang perlu kita latih kawan. Kita melatih intregritas dan nilai kebaikan dalam diri kita. Kita harus mampu berlatih untuk membedakan mana kepentingan pribadi dan mana kepentingan publik. Kita harus tahu batas, dimanakah ranah kita mencari penghidupan, dan ranah kita untuk berjuang demi kepentingan umum. Apakah itu mampu kita lakukan hanya dalam penataran selama satu minggu atau satu bulan? Tidak sama sekali. Kita harus melatih itu semua dari saat ini. Melalui berbagai kegiatan yang kita ikuti. Melatih kepekaan. Melatih kepedulian. Melatih intregritas. Semua dilakukan bukan dengan sekejap, namun butuh latihan selama bertahun-tahun. Dan itu yang perlu kita latih dari SAAT INI.

Bila kita berkata kita optimis dengan negeri ini. Tapi mengapa negeri ini begini-begini saja. Kalau kita berkata orang baik dinegeri ini banyak, tapi mengapa dinegeri ini masih banyak orang-orang yang korupsi untuk perut mereka? Jawabannya adalah karena orang baik tidak terorganisir dengan baik. Orang baik sering kita temui dipelosok, didaerah, dikampung-kampung. Mereka berbuat demi maslahat orang namun tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu, kawan, pastikan diri kita TER-ORGANISIR dengan baik. Pastikan diri kita masuk dalam barisan. Pastikan diri kita berkumpul dengan orang-orang baik yang bersatu. Pastikan diri kita masuk dalam jajaran penggerak. Pastikan bahwa kita hidup dan kita ada.

Tidak ada kebahagiaan yang nyata, kecuali kita bisa meninggalkan jejak kebaikan untuk generasi yang akan datang.

Senin, 30 Januari 2012

Parlemen Muda National Conference (part1)


National Conference Meet the Leaders Parlemen Muda

Hari Minggu 29 January 2012
Acara  yang menurut gue bener-bener inspiratif dan memotivasi kita. Bukan motivasi dengan suasana syahdu atau sedih seperti yang pernah gue ikutin, atau motivasi yang bikin kita merogoh kocek karena kita diharuskan membeli produk yang ditawarin dengan iming-iming motor bebek dan uang yang gatau darimana asal-usulnya.

Konferensi Nasional Meet the Leaders, yang diprakarsai oleh Parlemen Muda dan disponsori oleh Indonesian Future Leaders, menggagas sebuah pertemuan antara para penggerak,pemimpin, dan pemuda untuk sama-sama mendengarkan berbagai inspirasi dari para pembicara seperti Walikota Solo Joko Widodo, Ayu dari Indonesia Mengajar, Marshanda (yang kini menggagas Inspire_cast), Leonardo (penggagas Koperasi Kasih Indonesia), Dik Doank (Founder Kandank Jurank Doank), dan banyak lagi pembicara yang saking kerennya gerakan dia, sampe ga inget siapa nama mereka … hehehe yang penting satu dari mereka ada yang menjadi duta belia untuk Unesco.  Acara ini disambut oleh Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Ketua DPD RI Irman Gusman, dan Duta Besar EURO untuk Indonesia.
PE-MU-DA. Tiga suku kata namun memiliki arti seluas samudera. Kita tidak perlu memungkiri bahwa di negeri kita tercinta ini pemuda memiliki peran yang sangat vital. Dari mulai masa kejayaan Hayam Wuruk yang menjadi raja diusia belia, sumpah pemuda, pekikan proklamasi, hingga semangat reformasi semua dimotori dan didorong oleh kamu muda. Kaum diusia 17 hingga usia 40an, yang memiliki populasi besar di negeri ini, sungguh memiliki andil nyata dan real bagi pembangunan bangsa. Maka bila ada pemuda yang masih belum sadar akan perannya dalam membangun bangsa, bangunkan ia, sadarkan ia, negeri kita dimasa depan adalah keadaan kita dimasa kini.



Dalam Konferensi Nasional Meet The Leaders, Bapak Anies Baswedan dalam pidatonya mengatakan bahwa pemuda haruslah membawa gagasan baru. Gagasan yang memberikan dampak signifikan. Kita bayangkan, bila para pemuda terdahulu tidak memulai gerakan dari hal-hal terkecil seperti diskusi, konferensi, kongres, mungkin seorang Soekarno tidak akan lahir sebagai penggerak, tapi hanya sebatas insinyur sipil yang tunduk pada Belanda. Bukankah Soekarno terdorong untuk bergerak karena inspirasi dari H.O.S Cokroaminoto yang menjadi pembesar Sarekat Islam? Dan Sarekat Islam tidak akan berdiri bila tidak ada gagasan dari pemuda bernama Samanhudi? Dan Sarekat Islam tidak akan berdiri bila tidak terinspirasi dari gerakan Budi Utomo yang diprakarsai oleh seorang Dokter Muda bernama Sutomo? Inilah mengapa pemuda selalu dinantikan untuk menjadi obor penerang dan motor perubahan.
Dari mana kita memulai? Mungkin pertanyaan ini membuat kita sedikit mengkerutkan dahi. Kita seakan bingung bagaimana kita memulai perubahan. Bila kita pernah menonton film Sang Pencerah, kita akan sedikit melihat bagaimana Budi Utomo memulai pergerakan. Mereka memulai dari diskusi-diskusi kecil, yang menyatukan persepsi dan gagasan. Memusatkan kekuatan untuk satu tujuan, demi sebuah cita dan pencapaian, untuk membuka gerbang kemerdekaan.



Bila kita hadir dalam sebuah gerakan hanya untuk mengutuk, mengeluh, dan menambah pesimisme, lebih baik kita koreksi kembali mindset yang kita miliki. Kita perlu sadar bahwa kita dilahirkan dinegeri yang penuh gejolak. Laut bergelombang, menciptakan pelaut yang handal. Kutub utara yang sunyi tidak akan melahirkan pemimpin dunia. Bila kita membahas masalah yang terjadi sungguh sangat banyak. Tapi kita haruslah menyadari, permasalahan yang kita alami saat ini sangat jauh berbeda dengan masalah yang dialami para pendahulu kita. Bila kita membahas Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan,  Indonesia ditahun 1920 hingga 1970an lebih banyak memiliki angka kemiskinan. Bila kita membahas masalah pendidikan yang  masih dibawah standard, Indonesia dizaman dahulu masih memiliki hampir setengah warga buta aksara. Kita datang bukan untuk mengutuk permasalahan yang terjadi, tapi kita berkumpul dan bersatu untuk menggagas ide dan gerakan perubahan. Kita bukan hanya berdebat dalam tumpukan kata, namun kita berjuang demi sebait perubahan. Indonesia opitimist yang lebih baik.

Negeri ini masih banyak solusi. Stok orang baik dinegeri ini masih sangat melimpah.  Orang hebat seperti Pak Jokowi sungguh bukan hitungan jari, hanya saja orang baik dinegeri ini perlu diorganisir dengan baik, agar mereka mampu menularkan kebaikan mereka secara optimal. Kita tidak perlu pesimis dengan permasalahan  yang terjadi, karena penyelesaiaanya jauh lebih banyak.

Kapan itu dimulai?

Tidak perlu menunggu beres skripsi, nunggu beres sidang, nunggu nikah, nunggu udah kerja, kita bisa melakukan perubahan sejak saat ini. Dari apa? Kita sebagai pemuda memiliki segudang bakat dan kemampuan. Kita bisa bergerak demi satu tujuan, tapi dengan cara yang berbeda! Simple dan sederhana bukan? Acara pembukaan Konferensi Nasional inipun dibuka oleh permainan gitar Rendy dengan lagu Gebyar-gebyar. Seorang yang aku kira hanya mahasiswa UI atau aktifis biasa. Ternyata, dia adalah pemeran Aray dalam film Sang Pemimpi. Yang kini menyuarakan Anti Korupsi dengan lagu-lagunya. Simpel bukan? Tapi niat dan tujuannya tidak sesimple yang kita kira ….

(to be continued)

Selasa, 24 Januari 2012

Diluar Kebiasaan

Ini cuma gagasan dan ide tertulis saja, jadi sobat blogger boleh mengomentari atau berpendapat apa saja....

Waktu itu gw ngeliat temen gue yang bawa formulir organisasi luar negeri. Sebuah Organisasi untuk melatih kepemimpinan dan pengalaman generasi muda. Banyak banget kegiatan yang diadain, bahkan sampai pertukaran pelajar keluar negeri.
Hebat ..
Sempet ada pikiran kalo dia hanya pengen ikut kegiatan luar negerinya aja, kenapa bisa mikir gitu? Soalnya dia di kegiatan yang terdekat aja (HMJ) apatis, ga peduli, ga ikut, dan yaaaa semacam masa bodoh lah.

Sekilas gue liat formulir yang dia bawa. Hmmm, abis inget-inget nama organisasi itu gue coba search di mbah guugel. Dan ... yap ketemu! Gue baca profil singkatnya dan disitu ada tombol "Join Here" lalu gue klik dan ...
Daftar juga .. hehhee
Gue berusaha berpikir diluar kebiasaan yang ada. Berpikir lebih terbuka, lebih adil, dan tidak fanatik dengan satu golongan. Bukan berarti ga punya identitas, karena identitas gue adalah diri gue sendiri, bukan golongan yang gue ikut, bukan aliran yang gue ambil. Gue Restu, dan gue muslim. Itu identitas gue, karena semakin kita fanatis dengan satu golongan, terlalu merasa memiliki, maka pikiran kita akan tertutup. Kita hanya melihat kemajuan, kebaikan, hanya dari sudut pandang ke-fanatisan kita, bukan objektiv. Pengalaman sendiri sih.

Akhirnya gue berusaha menarik hipotesis sendiri "Apapun, bagaimanapun, dan dimanapun diri kita, kontributiflah ... berkaryalah... berbuatlah sebaik mungkin, sesuai kapasitas diri dan jadilah diri kita yang terbaik, bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri"

Gue sadar gue udah mulai fanatik dengan satu golongan, gue berusaha berjalan ditengah dan berjalan dengan arah dari diri sendiri. Bukan atas arahan orang lain. Untuk kehidupan, diri kita yang menentukan arah dan tujuan, tapi untuk masalah ilmu, kita harus mematuhi arahan dari pembimbing kita. So .. bukan keras kepala yang membatu, tapi independen yang terbuka dan mendengar setiap gagasan yang "penting".

Think outside the box. Orang itu bermimpi dari apa yang dia ketahui. Kalo yang dia ketahui hanya hal-hal kecil, hal-hal sampah, hal-hal ga penting, yaaa gak akan jauh-jauh, yang dia mimpikan juga hal-hal kecil juga. Liat orang-orang yang sangat fanatik dengan salah satu klub atau grup. Yang dia impikan pasti sekitar nonton, jumpa fans, dan kegiatan yang berkaitan dengan klub/grup nya itu. Boleh saja kita nge-fans ama grup atau klub, tapi kalo berlebihan yaa lebih baik dipikirkan dengan bijak lah.. Kalo fans kita malah mendorong kita untuk berbuat dan berkarya yang lebih baik .. naahh ga ada salahnya kan ... tapi kalo kita malah kelamaan berdiam diri dengan menonton mereka, kapan kita bisa bangkit? kita punya bakat dan kemampuan yang hebat. Setiap individu punya kemampuan yang keren, asal kita meyakini, kita bisa koq sejajar dengan mereka yang kita kagumi, jangan kagum ama orang terus lupa ama kemampuan diri. Jadiin mereka motivasi buat berdiri, berkarya untuk menjadi mandiri, jangan lupa ibadah, untuk menggapai ridho ilahi ...

Balik ke outside the box ....

Diluar kebiasaan. Ini sebenernya gue ambil dari banyak fenomena anak muda yang masih berpikir abis kuliah jadi PNS. PNS? Emang gak salah sih bekerja sebagai pegawai negeri sipil, tapi coba lihat .. sekarang zaman sudah berubah sobb! Lahan mencari uang bukan lagi hanya dari kepegawaian ... sekarang zaman sudah bergerak maju... bukan rezim Soeharto lagi. Sekarang orang yang bisa musik sudah bisa dengan mudah ber-expresi lewat media internet. Penulis muda sudah bisa menerbitkan buku melalui online publishing. Para pengusaha sudah bisa menjajakan produk melalui E-commerce dengan internet. Contoh mereka yang sukses sudah banyak, tanpa harus menjadi PNS banyak kok orang kaya yang ga jadi PNS. Kalo PNS katanya lebih terjamin, pengusaha yang penghasilannya lebih dari 20 juta perbulan apa gak lebih terjamin? Ketika sakit, rumah sakit umum banyak diisi oleh pegawai yang pake Askes, gimana mau bayar dokter spesialis handal? milih ruangan saja ditentukan oleh asuransi pegawai ... kalo pengusaha? Terbang bulak-balik ke luar negeri santai aja ... iya gak??

Tapi emang siapa sih yang mengharapkan sakit? Memang kita gak bekerja buat kita sakit, tapi saat muda sekarang, kita bisa menentukan ASURANSI macam apakah yang kita inginkan nanti? #buatjaga-jagakan?

Masa depan (katanya) ditentukan oleh gimana kita saat ini, gimana kita saat ini katanya ditentukan oleh pikiran kita, pikiran kita katanya ditentukan dengan 3 hal, 1 dengan siapa kita bergaul, 2 buku apa yang kita baca, 3 apa yang kita diskusikan sehari-hari ...
Nah 3 hal ini kan kita bisa menentukan dengan bebas.

Kata pak Mario Teguh, ada orang yang  ragu dan mempengaruhi orang lain untuk ikut ragu dengannya. Ketika kita mau gini, dia bilang, "udaaahh itu bukan level kita.... " pas kita mau maju dia bilang "udahhh ngapain repot-repot", pas diajak ini itu dia dengan ringan bilang " Maless ahhh ... capekk ngapain gitu-gitu" pas kita mau angkat suara dia bilang " Ihhh ngapain,, maluuuuu" ....

A
1. Pesimis (gak yakin kemampuan diri)
2. Berpikir enteng
3. Malas
4. Malu .....

lawannya kan

B
1. Optimist
2. Berpikir keras dan maju
3. Berani ambil resiko
4. Berani maju

Terserah sih kita mau jadiin kita pribadi yang mana ... ini hanya share saja .. hehehe

So mau pilih A atau B ?


Kamis, 19 Januari 2012

Kado di Tahun Baru (end)


Malam tahun baru, menjelang 1 Januari 2012.
“Kenapa kamu gak cerita sama emak Di? Uang tiga puluh lima ribu kan bukan angka yang kecil. Emak juga bisa kasih, ucap Emak sambil mengelus kepala Adi lembut. Adi hanya menutup wajahnya dengan bantal.
Adi membuka wajahnya “Adi pengen kasih hadiah buat emak. Adi ingat  betul kata-kata emak kalo emak pengen Adi jadi sarjana,
Emak terdiam. Ia tersenyum mendengar kata-kata anaknya yang sangat ia sayangi.
“Emak gak pernah dapet hadiah apa-apa di hari ulang tahun Emak. Adi gamau ngerepotin Emak. Biar Emak capek buat biaya Adi sekolah. Masa hadiah ulang tahun uangnya dari Emak sendiri.”
“Iya emak tahu, tapi kan kamu sendiri yang jadi begini. Sudah dipalak preman, dijambret juga. Waktu kamu dipalak kamu juga ga cerita sama Emak,kata-kata emak terdengar hendak tertawa. Adi hanya tersenyum kesal.
“Iya mak maafin Adi, Adi juga mikir-mikir mau ngamen lagi. Mana Adi udah dimarahin ama emak gak boleh ngamen lagi,ucap Adi. Alasan yang membuat emak tersenyum semakin lebar.
“Adi sayang sama emak. Adi juga pengen jadi sarjana, tapi Adi gak mau bikin emak repot. Biar adi belajar berusaha buat apa yang Adi mau,
“Yaudah Di, semuanya udah terjadi. Emak seneng Adi mau berusaha buat itu semua. Emak bahagia punya Adi. Emak seneng dengernya. kata Emak sambil beranjak dari kasur. Adi masih telungkup sambil menutup wajahnya dengan bantal.
“Sekarang emak yang punya hadiah buat Adi. Tuh ambil sana, dimeja makan,
“Apa mak?” Adi terperangah dari tidurnya.
Beberapa buah jagung mentah tergeletak dibalik tudung saji lengkap dengan bumbu dan perlengkapan lainnya. Seplastik arang tersimpan dibawah meja makan. Malam tahun baru kini emak mempunyai agenda khusus. Mereka hendak menghabiskan malam tahun baru dengan membakar jagung bersama. Adi senang bukan main. Jagung bakar adalah makanan favorit Adi. Tak lupa Adi mengajak Kang Maman untuk berpesta bersama.
“Waahh… si Adi bikin bakar jagung euy!” teriak Kang Maman tampak bersemangat. Bersama Adi, ia mempersiapkan pembakaran didepan halaman sempit rumahnya. Asap mengepul kesegala arah. Wangi jagung bakar kini menghiasi gang sempit itu.
Malam tahun baru kali ini terasa hangat. Kini Adi sudah bisa menerima kejadian-kejadian yang ia alami dengan ikhlas. Dan bagi Emak, usaha Adi selama ini adalah hadiah ulang tahun terindah yang pernah Emak dapat. Kasih sayang seorang anak angkat yang berusaha keras membuktikan usaha terbaik baginya. Emak memang tidak dikaruniai anak dari rahimnya, tapi Tuhan mengkaruniai Emak dengan seorang anak yang tulus menyayanginya. Emak bersyukur usahanya selama ini membuahkan hasil yang manis. Seorang anak yang berbakti baginya dan sangat menyayanginya. Mungkin Emak tidak perlu meminta hadiah dari siapapun untuk ulang tahunnya. Karena hadiah itu telah Emak miliki untuk menemani hari-harinya.
***      ***      ***
2 Januari 2012
Udara pagi di tahun yang baru terasa lebih segar. Burung-burung berceloteh  di ujung tangkai pepohonan. Cahaya matahari menyapu hangat keseluruh penjuru mata angin. Ditiap permulaan tahun, orang-orang mulai menyusun resolusi baru untuk satu tahun kedepan. Harapan, cita-cita, dan tujuan baru dirangkai dan diatur dengan penuh optimis dalam doa yang dipanjatkan. Awal yang baik diyakini akan membuahkan akhir yang baik. Dan di awal tahun ini, tiap orang berusaha untuk membukanya dengan sebuah permulaan yang baik.
Hari kedua di tahun baru. Adi masih menikmati sisa-sisa liburan sekolahnya. Ia membuka buku tulis kosong dan menulis beberapa harapan dan target selama satu tahun kedepan. Emak sedang memasak didapur. Ternyata para ibu di komplek sebelah memberikan libur juga pada Emak.
Adi yang sedang berdiam dikamar dikagetkan dengan bunyi ketukan pintu diruang depan. Terdengar beberapa pria saling berbicara dari balik pintu. Merasa tuan rumah tidak mendengar, para tamu kembali mengetuk pintu.
“Assalamualaikum!
Emak berjalan tergopoh-gopoh. Ia segera menuju ruang tamu dan membukakan pintu bagi tamu yang datang itu.
“Waalaikumsalam!
Emak menatap tamu yang datang dengan wajah keheranan. Tiga orang pria berseragam pabrik minyak nasional tersenyum padanya.
“Maaf ibu, betul ini rumah dari Adi Nurrahman?” tanya salah seorang dari tiga pria itu memastikan alamat rumah yang dituju.
“Betul ini rumahnya Adi, hmmmm .. ada apa ya sama Adi?” tanya Emak. Ia masih keheranan dengan apa yang ia lihat. Tiga tamu ini tampak rapi dan tampan. Setahu emak, Adi tidak pernah memiliki teman dari perusahaan minyak.
“Selamat ibu atas keberhasilan anak ibu,
Emak semakin tak mengerti apa yang terjadi. Selamat apa? Hadiah apa? Emak bertanya-tanya dalam hati. Dari balik tirai kamar Adi mengintip tiga tamu yang masih berdiri di ruang tamu. Ia menyelidiki label perusahaan yang tertempel disaku kemeja mereka. Sebuah nama perusahaan minyak terbesar di negeri ini. Adi mencoba mengingat-ingat kembali. Hingga ia menyadari bahwa perusahaan itu adalah panitia penyelenggara lomba yang gagal ia ikuti.
“Anak ibu mendapat juara satu.
Senyap. Hanya terdengar antukkan kening yang bersujud diatas lantai.
***      ***      ***
5 Februari 2015
Gemuruh suara gamelan terdengar keseluruh penjuru gedung. Prosesi wisuda untuk tingkat sarjana membuat orang berdecak kagum. Penyambutan barisan berbaju toga diiringi dengan musik gamelan khas sunda dan paduan suara mahasiswa. Wajah-wajah penuh senyum berjalan seirama dengan alunan musik menuju tempat duduk yang sudah berjajar rapi. Gedung megah itu bernama Gymnasium. Gedung yang menjadi saksi tiap mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ketika memulai dan menutup lembaran kisah sebagai mahasiswa. Gedung yang menyambut mahasiswa pertama kali dengan Masa Orientasi Kampus dan melepas mahasiswa dengan Prosesi Wisuda.
Setelah para wisudawan duduk rapi, bapak rektor naik keatas podium dan memberikan sambutan bagi para wisudawan. Senyum bahagia bapak rektor tersungging dibibirnya. Kebahagiaan seorang guru adalah ketika muridnya berhasil menyelesaikan program studi yang diemban. Dan itu Adi rasakan saat ini.
“Selamat bagi para wisudawan yang lulus tahun ini, semoga ilmu kalian bermanfaat, dan dapat mengabdi pada masyarakat dengan ilmu yang kalian kuasai.”
Sontak para wisudawan bertepuk tangan. Kebahagiaan muncul dari wajah tiap orang yang berada di gedung itu.
“Baiklah, saya akan memanggil seorang wisudawan dengan prestasi yang sangat baik. Yang mendapatkan predikat cumlaude. Ia adalah …. “
Para wisudawan bertanya-tanya siapakah orang yang akan dipanggil.
“Adi Nurrahman … silakan maju kedepan dan memberikan orasinya.
Gemuruh tepuk tangan wisudawan membahana ketika Adi berjalan menuju podium. Ia betul-betul tak menyangka akan hasil yang ia dapat.
“Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih untuk Bapak Rektor yang sudah memberikan saya kesempatan,
Emak yang duduk agak jauh dari pandangan Adi tak kuasa menahan tangis. Anaknya kini sudah memenuhi cita-citanya.
“Sungguh meruapakan kesyukuran yang luar biasa. Bagi kita semua, yang telah menyelesaikan studi di kampus yang sangat kita cintai ini, Universitas Pendidikan Indonesia. Toga ini saya persembahkan untuk seorang yang sangat saya sayangi.Seorang yang selalu berjuang bagi saya khususnya, dan seorang yang sangat berarti bagi kita semua. Ia adalah Ibu kita tercinta,
Para wisudawan tak henti-hentinya bertepuk tangan. Beberapa wisudawati meneteskan ait mata.
“Dan ucapan terima kasih saya ucapkan pada segenap dosen yang telah membimbing kami, yang rela membantu kami dalam menuntut ilmu. Sungguh jasa dan pengorbanan bapak ibu, memberikan arti yang begitu mendalam dihati kami,
Pada dosen tersenyum dengan penuh kebahagiaan. Mereka bangga dengan torehan prestasi Adi.
“Terakhir yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Pada seseorang yang telah membantu saya. Seseorang  yang sampai saat ini tidak saya ketahui. Seseorang yang tidak pernah memberi tahu identitasnya. Dalam mengupayakan saya, untuk mengenyam pendidikan di kampus ini. Entah siapa dan dimana, tetapi ia telah memberikan sumbangsih besar bagi saya. Saya betul-betul mendoakan, supaya ia diberi balasan yang berlipat dari Yang Maha Kuasa. Sekiranya saya diberi kesempatan  untuk bertemu dengannya, saya ingin berterima kasih sebesar-besarnya pada orang itu.” Adi menutup orasinya. Gemuruh tepuk tangan menyeruak keseantero ruangan. Hari itu tidak akan Adi lupakan. Gelar sarjana telah ia dapatkan.
***      ***      ***
8 Desember 2011
            “Wah Pak Heri rajin bener, periksa tugas Pak?” Pak Budi, guru bahasa Indonesia, menyapa Pak Heri yang membawa tumpukkan buku tulis. Pak Heri tersenyum lebar.
            “Iya Pak Budi, anak-anak saya suruh buat essai, tentang sejarah bangsa,kata Pak Heri sambil meletakkan tumpukkan buku itu diatas meja kerjanya. Mengambil tempat duduk dan membuka satu per satu buku dihadapannya.
            Pak Heri memeriksa essai yang ditulis oleh anak-anak dengan cermat. Beberapa tokoh disebutkan dalam essai itu. Pak Heri senyam-senyum sendiri melihat tulisan anak-anak yang terkadang polos,lucu dan ngelantur kemana-mana.
            “Dasar anak-anak …” lirih Pak Heri dalam hati. Ia cukup bangga dengan hasil kerja anak didiknya. Tetapi ada yang aneh dengan sebuat tulisan yang baru saja ia periksa. Sebuah essai tertulis runtut dan rapi dengan tema yang berbeda dari apa yang ia perintahkan. Tulisan yang berisi gagasan tentang pemberdayaan dan pergerakan pemuda. Melihat keganjilan yang ia dapati, Pak Heri memanggil Pak Budi untuk mendekatinya. Ia menunjukkan sebuat essai yang ditulis rapi itu.
            “Wah Pak Her, jarang ada siswa kita mampu menulis seperti itu, saya rasa itu bukan untuk tugas Pak,Pak Budi membolak-balikkan lembar demi lembar buku tulis itu.
            “Saya rasa juga demikian. Ada alamat yang tercantum dihalaman pertama. Juga ada tulisan seperti … apa itu namanya… syarat dan ketentuan. Apa mungkin dia ingin mengikti lomba?
            “Hmmm, coba saya lihat … wah Pak Her, sebentar lagi ini deadline nya, harus segera dikumpulkan. Coba saya periksa dulu Pak, barang kali ada yang salah,Pak Budi membawa buku tulis itu ke meja kerjanya. Ia meneliti kata demi kata dari essai yang ia baca.
            “ Kalo bisa sekalian diketik juga Pak Budi, biar nanti saya yang urus selanjutnya,
            “Oh siap siap Pak!kata Pak Budi. Ia lantas menyalakan komputer tua milik sekolah.
            Semenjak satu minggu Pak Heri memperhatikan tingkah laku Adi. Ia melihat ada yang berbeda dengannya. Adi tampak sedikit lebih murung dan banyak diam. Tak sengaja Pak Heri melihatnya terpaku didepan mading saat sedang mengecek ruangan kelas lain. Ia mendapati Adi menyobek sebuah pengumuman yang tertempel. Sebelumnya ia tak menyadari apa yang Adi lakukan. Ternyata Adi hendak mengikuti lomba menulis essai tingkat nasional.
            Tiga puluh menit kemudian, Pak Budi  menyerahkan beberapa lembar kertas HVS yang telah ia print.
            “Ini Pak, sudah saya ketik. Tulisannya bagus sekali. Isinya berbobot.” tukas Pak Budi.
             “Hmm, itu mau diikutkan lomba Pak Bud. Saya minta tolong juga pak, sekalian bapak masukkan dalam flashdisk lalu emailkan essai itu di warnet sebelah, alamat email nya ada dilembar sampul buku,” ucap Pak Heri sambil membereskan mejanya. Ia mengambil kunci motor dan memakai jaket kulit tuanya.
            “Lalu bapak mau kemana toh Pak?”
            “Ke Bank Pak Bud. Transfer uang untuk melengkapi persyaratannya.
***      ***      ***
Ilustrasi


13 Shafar 1432 H / 7th of January 2012. 05.49 PM. At my lovely castle.
Cerpen ini dilombakan pada Lomba Essay dan Cerpen Online Nasional jilid 2

Selasa, 17 Januari 2012

Kado di Tahun Baru (part2)


Permasalahan yang terjadi dikalangan pemuda sangatlah kompleks. Ditengah kondisi jiwa yang masih terhitung labil secara usia, juga pengaruh lingkungan yang begitu kuat, para pemuda dituntut untuk mampu melewati masa-masa perubahan  yang terjadi pada dirinya. Belum urusan tugas. pekerjaan rumah, atau kegiatan intra sekolah, para pemuda harus betul-betul siap secara  mental dalam menghadapinya.
Adi menulis kata demi kata di atas buku tulisnya. Ia menyusun beberapa draft rancangan esai yang akan ia ikutsertakan dalam lomba. Adi berniat untuk datang ke rental komputer dan mengetiknya agar lebih rapi setelah tulisan itu rampung,. Baru beberapa paragraf Adi menulis, rasa kantuk menghinggapi mata Adi. Tapi ia berusaha untuk tetap membuka matanya meski waktu sudah menunjukan jam setengan dua belas malam. Adi beranjak menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudhu dan membasuh muka dan lengannya. Rasa kantuk itu sedikit hilang. Secangkir teh hangat Adi buat untuk menemani malam yang panjang ini. Sebelum memasuki kamarnya, Adi melewati kamar emaknya. Daribalik tirai yang menutupi kamar Emaknya, ia mendengar dengkuran Emak yang halus.
“Emak, maafin Adi udah bohong hari ini. Adi ngelakuin ini buat kebahagiaan emak.
Adi menghela napas panjang. Ia tak ingin mengganggu Emaknya yang sedang tidur pulas itu. Dengkuran Emak terdengar seperti orang yang kelelahan. Memang hari ini Emak mendapatkan banyak kerjaan mencuci. Beberapa pakaian yang masih dalam buntelan masih terletak diruang depan rumah. Dengkuran emak tak dapat menafikan betapa hari yang Emak lewati begitu melelahkan.
Secangkir teh hangat mampu menahan rasa kantuk Adi beberapa jam. Ia terus menulis sambil membuka-buka referensi buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Ide segar yang mengalir dikepalanya segera ia ukir diatas coretan tinta. Rangkaian kata dan kalimat tertulis melalui pena dan tertulis diatas lembaran kertas. Tak terasa mata yang tajam itu mulai mengendur. Tatapannya mulai sayu dan lunglai. Diatas meja, Adi menundukan kepala diatas kedua tangannya yang saling menyilang. Suara dengkuran mulai terdengar dari kamar yang mungil itu.
***      ***      ***
8 Desember 2011
Pergerakan pemuda saat itu dihiasi dengan munculnya berbagai organisasi pergerakan seperti Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan Budi Utomo. Pergerakan pemuda yang ditujukan untuk membangkitkan kesadaran bangsa agar menjadi bangsa yang besar, mulai menggugah kesadaran rakyat. Tak jarang para pemimpin pergerakan harus menerima hukuman dari Belanda. Tapi itu semua tidak menjadikan para pemuda gentar. Mereka terus bergerak dan menghimpun kekuatan untuk menuju satu tujuan mulia. Indonesia Merdeka !
Kali ini Pak Heri memberikan materi pergerakan kepemudaan. Ia bercerita bagaimana Budi Utomo, Sarekat Islam, dan berbagai organisasi kepemudaan muncul. Zaman penjajahan yang begitu keras ternyata tidak mempengaruhi semangat pemuda saat itu untuk terus bergerak. Meski pergerakan tersebut dibatasi, ternyata apa yang diusahakan oleh para pemuda bukan tanpa hasil. Belanda seakan tidak menyadari, dari pergerakan itulah kelak muncul seorang pemuda yang menjadi motor perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
“Sekarang bapak ingin kalian membuat sebuah essai sebanyak dua paragraf. Tulis siapa tokoh pemuda yang menginspirasi kalian. Diskusikan dengan teman sebangku kalian!”
Anak-anak selalu bersemangat bila diajar oleh Pak Heri. Semangat beliau selalu tertular pada anak didiknya. Tatapan hangat pak Heri mampu menghipnotis anak-anak. Dan mereka mulai sibuk menulis essai yang diperintahkan oleh Pak Heri.
Adi mengeluarkan buku tulis dari tas lusuhnya. Ia mengeluarkan dua buku tulis dan meletakkannya diatas meja. Satu buku adalah buku dimana ia menulis essai untuk ia ikutkan lomba. Satu buku lagi adalah buku pelajaran sejarah. Jangan sampai kedua buku itu tertukar,  batin Adi. Setelah membuka dan mengeceknya, ia membuka buku sejarahnya dan mulai menulis apa yang diarahkan Pak Heri.
Pak Heri berjalan mengitari anak didiknya. Ia memperhatikan setiap tulisan yang ditulis oleh anak didiknya. Ada yang menulis tentang Soekarno, Bung Hatta, Syahrir, ada pula yang menulis tentang Amien Rais. Pak Heri hanya bisa menahan senyum dan tawanya. Ia tak ingin anak didiknya malu karena dilihat olehnya. Meski ia tertawa bukan bermaksud merendahkan, jiwa kebapakan Pak Heri dapat mengerti bagaimana tingkah siswa bila seorang guru mentertawai hasil kerjanya.
“Baik anak-anak, sekarang kalian boleh mengumpulkan essai yang kalian tulis. Tolong ketua kelas agar mengumpulkan buku-buku temannya,
Seorang siswa yang duduk dikursi depan berdiri tempat duduknya. Ia adalah Doni. Ketua murid dikelas itu. Ia menyambangi tiap meja dan mengambil tiap-tiap buku tulis dari tangan kawan-kawannya. Setelah menghitung jumlah buku dan jumlah siswa, Doni meletakan bukunya diatas meja Pak Heri. Jam pelajaran telah  usai. Pak Heri menutup kelas dengan sedikit nasihat.
“Baik anak-anak, dari pelajaran ini kalian dapat mengambil hikmah. Sebuah cita-cita yang diiringi dengan tindakan dan usaha yang keras, insya Allah akan membuahkan hasil. Siapa yang menuai akan memanen hasilnya. Dan hasil perjuangan para pemuda terdahulu telah kita rasakan hingga saat ini. Ingat anak-anak, barang siapa yang bersungguh-sungguh, dapatlah ia.
Dada para murid dipenuh semangat yang membara. Pak Heri memiliki tempat khusus di hati para siswa. Beliau bukan hanya sekedar guru, tapi ia adalah lentera dibalik hati yang dirundung kegelapan. Cahaya dibalik sekolah yang selalu mendapatkan peringatan penggusuran.
***      ***      ***
Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat kita untuk slamanya
Satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
Satu cerita teringat didalam hati
Karena kau berharga dalam hidupku, teman
Untuk satu pijakan menuju masa depan
            Adi menyanyikan lagu Kita Selamanya ciptaan Bondan Prakoso feat Fade to Black dengan riang. Celotehan lagu rap dihiasi iringan gitar akustik menambah suasana ramai disore hari. Bus melaju pelan menuju terminal Cicaheum. Beberapa pedagang asongan ikut menjajakan makanannya. Suasana Kota Bandung saat itu tidak terlalu panas. Awan teduh dan sedikit mendung memayungi kota yang indah ini.
Saat duka bersama, tawa bersama
berpacu dalam prestasi hal yang biasa
Satu persatu memori terekam
didalam api semangat yang tak mudah padam
Kuyakin kau pasti sama dengan diriku
pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
Kawan kau tahu, kawan kau tahu kan?
beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan
            “Terima kasih bapak ibu sekalian atas perhatiannya. Semoga bapak ibu selalu dalam keadaan sehat dan selamat sampai tujuan,” Adi menutup nyanyiannya. Gelas air mineral kosong berkeliling dari bangku ke bangku penumpang. Beberapa uang lembaran ikut masuk ke gelas kosong itu. Sambil membungkukan badan, Adi mengucapkan terima kasih ke setiap penumpang meski tidak memberinya sepeserpun.
            Bus DAMRI telah tiba di terminal Cicaheum. Para penumpang turun dari bus begitu juga Adi. Cahaya matahari menunjukan waktu sudah hampir Magrib. Goresan cahaya merah menghiasi langit Kota Bandung. Adi berjalan menuju musholla yang waktu itu ia singgahi. Ia bersegera mengambil air wudhu dan duduk di shaff paling depan di musholla mungil itu. Seorang bilal mengumandangkan adzan dengan suara baritonnya.
            Setelah solat magrib, Adi mengumpulkan uang yang tadi ia dapatkan. Alhamdulillah, lirih Adi. Hari ini ia mendapat dua belas ribu rupiah. Angka yang sangat besar bagi orang seperti Adi. Ia mengambil dompet lusuhnya dari saku celananya. Hari ini dua belas ribu, tempo hari delapan ribu, ditambah uang jajan dari Emak lima ribu, total dua puluh lima ribu. Adi semakin optimis dengan usahanya. Setelah uang itu mencapai angka yang cukup, ia akan mentransfer uang itu ke panitia lomba. Adi bangkit dari duduknya, berjalan keluar musholla menuju tempat pemberhentian bus.
            Langkah-langkah riang Adi menarik perhatian orang di terminal. Beberapa pasang mata menatapnya tajam sambil mendengus pelan. Seorang berbadan besar bangkit dari duduknya dan berjalan dibelakang Adi. Belum sampai tempat pemberhentian bus, orang itu  memegang tangan Adi dan menariknya sedikit kasar.
            Jang, pengamen baru disini ya?” terdengar suara seseorang dari belakang Adi. Orang berbadan subur dan bertato dilenganya kini berdiri tepat didepannya.
“Iya mang, dari terminal Kebon Kalapa,” Adi menjawab pertanyaan si badan bongsor itu polos.
“Sini-sini …. “
Orang itu mencengkeram lengan Adi keras. Ia menyeret Adi kesebuah pojokan di sudut terminal. Tidak ada orang yang melihatnya. Beberapa orang yang dari tadi duduk bersama si bongsor, ikut bangkit dan berjalan mengikuti Adi yang terpojokkan. Langkah Adi tertatih-tatih, cengkeraman itu belum lepas dari lengannya.
Saha nama kamu? Udah dapet izin dari Si Bos buat ngamen disini?” tanya seorang pria berbadan jangkung dengan tatapan tajam. Tampaknya ia tidak hendak bermain-main.
“I ..i ..izin apa Kang? Saya baru disini!” Adi tergagap. Ia sadar bahwa ia dikelilingi oleh lima orang berbadan besar, kecuali si jangkung ini. Beberapa orang diantara mereka memiliki codet di pipinya.
“Make nanya lagi, gatau disini bos nya siapa?” pria berkulit hitam yang membawa botol minuman membentak Adi. Orang yang dipanggilnya bos itu berdiri disampingnya dan memerintahkannya untuk tidak mengangkat suara.
“Duhh .. maaf kang, saya gak tahu, saya bukan orang sini,nafas Adi tersenggal. Keringat dingin mulai membanjiri punggungnya.
“Maaf maaf, enak aja nyari uang dilahan orang!pria  jangkung tadi memotong kata-kata Adi. Tampaknya ia sudah tidak sabar dengan Adi yang polos ini.
“Sudah-sudah ambil dompetnya, suruh bayar uang kemananan!kali ini pria yang dipanggil Bos menyudahi anak buahnya berbicara.
“Bayar sini, lima puluh ribu!” Pria bongsor yang dari tadi mencengkeram lengan Adi menyebutkan sebuah nominal yang hampir membuat jantung Adi copot. Kali ini ia benar-benar ketakutan. Air matanya hampir keluar, tapi ia tak ingin menambah masalah dengan menangis. Dengan cepat ia mengeluarkan dompetnya.
“Maaf … kang, uang segitu belum ada, saya gak punya uang sebanyak itu,” Adi mencoba menekan ketakutannya. Para preman tetap tak ingin berdiplomasi dengan alasan Adi.
“Ahhh .. bohong, sini mana dompetnya!si jangkung mengambil dompet Adi kasar.
“Jangan kang, itu uang ….. “
“Diam kamu, belum pernah ditusuk yaa!pria tambun yang dari tadi mencengkram tangannya memberikan ancaman serius. Tampak pisau lipat mencuat dari balik saku celananya.
“Hahahaha… lumayan juga anak ini!ujar pria jangkung tadi sambil tertawa. Ia mengeluarkan semua isi dompet Adi dan memasukkan uang jarahannya itu kesaku jeans kumalnya. Pria subur tadi mulai melepaskan cengkraman tangannya.
“Sudah sana pergi kamu, nanti kalo kamu mau ngamen disini lagi jangan lupa bayar uang keamanan. Ngerti kamu?si tambun memberi nasihat yang lebih terdengar seperti ejekan pada Adi. Nafas Adi memburu. Ia kesal bukan main. Tapi lima orang berbadan besar dan sebilah senjata tajam membuat keberanian Adi hanya keluar sampai tatapan matanya.
Para preman itu kini berjalan meninggalkan Adi yang berdiri termenung. Ia menundukan kepalanya dan terpaku sendiri dipojokan terminal. Badannya gemetaran, dadanya sesak, ia mencoba untuk menahan emosi yang keluar dari hatinya. Setetes air mulai membasahi pipi yang berdebu itu. Malam itu ia serasa dihajar dengan palu godam diatas ubun-ubun dan dicambuk dengan cameti sekeras-kerasnya. Sekuat tenaga ia mencoba menahan letusan emosi. Tapi ternyata, seorang Adi tak mampu menahan teriakan yang keluar dari kerongkongannya.
***      ***      ***
“Mungkin itu Di kenapa emakmu melarang kamu mengamen dijalan,ujar Kang Maman mencoba menasihati Adi yang sedang gusar. Mukanya merah padam.
“Yaaa gimanapun itu resiko Di, kalo emang mau turun ke jalan, ya emang harus siap berhadapan dengan hal seperti itu,
“Tapi Kang, itu uang sudah Adi kumpulin dari kemarin. Bentar lagi lomba mau ditutup. Harus cepet ditransfer!kata Adi kesal. Ketidak adilan bukan hal  yang mudah diterima olehnya.
“Yaa sudah, sabar. Untung kamu masih hidup Di. Kamu sendiri kan bilang preman itu ada yang bawa pisau. Bisa berabe kalo preman itu naik darah. Sabar. Insya Allah ada jalannya,ucap kang Maman. Nasihat Kang Maman memang sulit Adi serap. Tapi emosinya sudah mulai turun.
“Berapa bagian lagi essai yang kamu buat Di?” tanya Kang Maman mencoba membuka topik baru.
“Sedikit lagi kang, tinggal kesimpulan aja,
“Hmmm tunggu sebentar...
Kang Maman masuk ke kios meninggalkan Adi duduk sendirian dengan wajah murungnya. Tak lama, Kang Maman kembali dan duduk disebelah Adi.
“Ini, akang ada rizki hari ini, ambil,uang sejumlah dua puluh ribu kang Maman sodorkan pada Adi.
“Eh eh, enggak kang, gausah ngerepotin akang,tak biasa Adi menerima uang pemberian tanpa ada alasan. Mungkin Kang Maman mencoba memberinya perhatian. Tapi Adi canggung untuk menerimanya.
“Sudah ini ambil. Anggap aja ini sepotong hadiah yang akan kamu terima nanti.” senyum tulus kang Maman tersungging di bibirnya. Sudah lama Adi menganggap Kang Maman kakaknya sendiri.
“Duh kang, makasih pisan. Saya gatau harus bilang apa.” Wajah Adi sedikit cerah. Mungkin ia tak perlu mengamen lama lagi untuk mencari uang tambahan. Tinggal lima belas ribu. Ia akan langsung mentrasnfer uang itu.
Sok, semangat. Gak boleh lemes gitu, Akang yakin Adi bisa menang. Jangan menyerah ya Di.” Kang Maman menepuk halus pundak Adi.
Langit malam saat itu gelap pekat. Bulanpun tak mau menampakan sinarnya.  Suara binatang malam mulai saling bersahutan. Hanya cahaya lampu yang menerangi gelapnya malam. Tapi jauh diatas sana, ada satu bintang yang berpijar indah. Sebuah bintang timur memperlihatkan sinar putih keperakan. Meski sendiri, ia tak segan untuk membagikan cahaya mungilnya pada langit luas yang gelap itu. Ternyata dibalik gelapnya malam, masih ada satu bintang yang rela membagikan sinarnya. Bagi siapapun yang membutuhkan penerang dalam hatinya.
***      ***      ***
10 Desember 2011
Suara kasak-kusuk terdengar dari sepetak kamar yang mungil itu. Tas, lemari tua, rak kecil, bahkan sprei kasur telah Adi buka. Kekesalannya karena dipalak oleh preman tempo hari belum pulih benar. Ditambah dengan tidak ditemukannya barang misterius yang ia cari. Ia mencoba mengeluarkan seluruh isi tas dengan membalikkannya. Tapi barang itu belum ia temukan, ia mencoba mengeluarkan seluruh isi lemarinya dan hasilnya nihil.
“Buku tulis itu mana? Kemaren kan ditaruh ditas...” Adi menggerutu sendiri. Ternyata barang itu adalah buku tulis yang ia pakai untuk membuat essai tersebut.
Belum puas Adi mengobrak-abrik tas dan meja belajarnya, ia kini membuka lemarinya dan mengeluarkan semua barang yang ada didalamnya. Kemeja, kaos, celana semua ia keluarkan. Ia ingat betul, ia tidak lupa menaruh barang-barangnya. Sebenarnya bukan masalah harga barangnya, tetapi usahanya selama ini tertulis dibuku itu. Tinggal beberapa hari essai itu harus segera ia kumpulkan.
“Nyari apa atuh Di? Kok kaya orang kesurupan gitu?” Emak yang daritadi sibuk didapur mendengar kasak-kusuk yang terdengar dari kamar Adi.
“Buku Adi mak, buku yang Adi tulis buat tugas,sebenarnya ini adalah rencana Adi untuk memberikan kejutan pada Emaknya. Hadiah di ulang tahun Emak pada tanggal satu januari.
“Lah kamu taruh dimana Di ? kok bisa hilang?” Emak menyibakkan tirai pintu kamar Adi, memandangi wajah bingungnya.
“Disini mak, di meja belajar.” Adi seperti tersambar petir. Usaha yang ia kerjakan selama ini hilang gara-gara kelalaiannya. Jerih payahnya, rasa kantuknya, bahkan usahanya mencari uang dengan mengamen, kejadian pemalakan oleh preman di terminal, semua harus lenyap seketika. Ia mendengus kesal. Rencana besarnya harus gagal total. Waktu tinggal beberapa hari lagi. Dan Adi harus mengulang semua dari awal. Buku tulis itu raib, hilang entah kemana.
Adi memandang emaknya dan tertunduk kembali. Genangan air mata tampak dipelupuk mata Adi. Tapi menangis sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan. Ia kembali mencari-cari buku tulis itu didalam tumpukan buku. Seketika kamar mungil Adi berubah menjadi kapal pecah.
“Kamu taruh dimana bukunya Di? ada ada aja kamu ini.” Emak kembali pada tumpukkan cuciannya. Dipikulnya satu tumpuk buntelan baju bersih yang akan emak kembalikan pada pemilik pakaian.
“Emak pergi dulu, jaga rumah ya Di!
“Iya mak.” Adi masih terpaku pada buku yang hilang itu. Emaknya hanya bisa mendesah nafas melihat tingkah anak satu-satunya itu. Emosi dalam diri Adi ditekan sekuat tenaga. Tak bisa Adi bayangkan bila ia harus menggagalkan rencananya itu. Rencana yang Adi yakini sebagai jalan menuju cita-citanya. Segenap usaha telah Adi kerjakan. Kini Adi menghadapi pertaruhan dalam pilihannya. Apakah ia harus rela cita-citanya direbut oleh orang lain, atau ia kembali berusaha dari awal dan membuang segala kekesalannya.
Dan Adi memutuskan untuk kembali berusaha dari awal. Sekuat tenaga ia kumpulkan semangat yang sempat luntur. Berbagai cobaan telah Adi hadapi. Kini Adi tak ingin cobaan itu mengganggu tujuannya. Ia akan tetap kembali menulis dari huruf pertama. Berusaha sekuat tenaga dan memfokuskan pikiran pada essai yang harus ia buat. Ia tak berpikir untuk mengamen lagi. Waktu semakin dekat, dan essai harus ia kerjakan.
Akhirnya Adi kembali menulis dari awal. Meski ia tahu tulisannya kini tidak sama seperti apa yang ia tulis di awal, Adi tetap merangakai imajinasinya dan gagasan-gagasan yang muncul dipikirannya. Apa boleh buat, Adi hanya bisa menancapkan tiang-tiang kegigihan dalam kepalanya. Bila ia terus menerus meratapi semua nasib naasnya, essai dan perlombaan tidak akan ia ikuti. Dan rencana besar ditahun baru nanti tak akan terlaksana.
***      ***      ***
23 Desember 2011
“Lain kali jangan lalai atuh Di, masa udah kamu kerjakan capek-capek hilang begitu saja,tukas Kang Maman mendengar cerita Adi. Ia hanya bisa geleng-geleng sambil tersenyum jahil padanya.
“Mau gimana lagi kang, untung bisa kebut Adi kerjain yang baru,
“Sudah kamu ketik pake komputer?”
“Sudah kang, kemarin saya rental, ini sudah saya masukkan dalam CD.Adi menunjukkan sekeping Compact Disc pada Kang Maman.
“Hmm, baguslah kalo begitu, sekarang  mau kemana? Mau langsung kamu transfer?”
“Iya kang, ini naskahnya sudah jadi, tinggal saya emailkan, trus mau transfer uang juga. Tapi kang maaf sebelumnya ….”
“Maaf kenapa Di?” Kang Maman mengernyitkan dahinya. Ia belum paham apa yang dimaksud Adi.
“Saya gak punya uang tambahan kang, kalo boleh …. Adi pinjem dulu, kalo sudah ada uang Adi ganti,suara Adi terdengar lirih. Malu-malu ia utarakan maksudnya pada kang Maman. Ini adalah rencana terakhir bagi Adi. Meminjam uang dan mengembalikkannya nanti.
Aduhaduh, kenapa gak bilang dari kemarin atuh, kan Adi gausah capek ngamen buat bayar lomba,” Kang Maman menahan gelak tawanya. Wajah Adi yang kemerahan menampakan wajah polos.
“Adi gamau orang lain repot kang.” Adi hanya tertunduk malu. Ia memang tak  ingin siapapun repot karena tujuannya. Biar ia yang mengusahakan segalanya. Tapi apa boleh buat, rencana terakhir harus ia luncurkan.
“Yasudah, butuh berapa?” Kang Maman merogoh dompetnya.
“Dua puluh ribu kang, buat ongkos juga,” suara adi semakin pelan.  Ia tersenyum ketika kang Maman mulai menghitung uang dalam dompetnya.
“Ini ambil, ga usah kembalikan. Ga usah minjam-minjam. Akang pengen Adi sukses dan maju.” kata-kata kang Maman terdengar tegas. Ternyata ia memang tak ingin meminjamkan Adi uang.
“Duuhh kang, merepotkan terus,” Adi mencoba basa-basi. Diambilnya uang pemberian kang Maman.
“Sudah sana pergi, keburu telat, bank itu tutup setiap waktu makan. Jangan sampai telat lagi!
Nuhun kang, Adi berangkat atuh, assalamualaikum.
***      ***      ***
 Bus DAMRI melaju pelan. Jalanan kini dipadati oleh wisatawan lokal yang ingin berjalan-jalan di Kota Bandung. Beberapa mobil berplat nomer B, L, bahkan F tampak parkir di beberapa outlet. Mereka menghabiskan akhir tahun dengan berlibur dan membeli pakaian yang diperkirakan mendapat diskon besar-besaran. Akhir tahun selalu membawa cerita berbeda. Begitupun dengan Adi. Akhir tahun ini ia berusaha keras untuk mengikuti sebuah lomba penulisan essai yang berhadiah beasiswa kuliah di salah satu perguruan tinggi. Meski Adi harap-harap cemas akan hasil perlombaan, ia selalu meyakinkan diri bahwa ia akan mendapat hasil yang baik. Nasihat dan petuah kang Maman ia pahami dan resapi betul.
“Semua itu kalo kita yakini, akan terjadi Di. Itu rahasia alam. Akang baca dari buku the Secret. Semakin kita meyakini sesuatu terjadi dan selalu berprasangka baik, itu akan membawa hasil sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tentunya, dibarengi kerja keras juga.”
Adi tersenyum simpul. Kang Maman memang orang biasa. Ia hanya menjadi pemilik kios warung kopi dan camilan ringan. Tapi pemikiran Kang Maman tak sekecil kios yang ia miliki. Kang Maman selalu berpikir dan berbesar hati. Ia selalu meyakini bahwa usahanya kelak akan maju dan menuai sukses.
“Akang baca dari buku Negeri Lima Menara, ada mantera sakti Di, bunyinya Man Jadda Wajada. Katanya sih artinya barang siapa bersungguh-sungguh dapatlah ia.
Beberapa pedagang asongan menaiki bus yang sedang terjebak dalam macet. Ada penjual lontong, gorengan, tahu bahkan buah-buahan segar. Seketika bus menjadi pasar yang ramai dengan penjual. Para penumpang yang mulai bosan dengan kemacetan tampak keranjingan dengan jajanan murah meriah itu. Kemacetan ternyata membawa berkah bagi para penjual ini.
Bus kini berhenti disebuah halte. Para pedagang dan penumpang lain mulai turun dari bus, begitu juga Adi. Beberapa orang tampak berdesakan dipintu bus. Penumpang yang hendak naik enggan mengalah dengan penumpang yang ingin turun. Belum para pedagang yang ikut berdesak-desakkan. Adi yang terjepit ditengah keramaian itu mencoba mencari jalan keluar. Kini ia dihimpit oleh banyak penumpang dari kedua arah. Beberapa penumpang mulai berhasil keluar dari kerumunan itu. Seketika Adi merasakan ada yang aneh dengan tas lusuhnya.
“Tas.. tas saya.. dimana tas saya?desis Adi pelan.
 Tas cangklongan itu terasa kendur dari pundaknya. Ia berusaha untuk meraba-raba tasnya. Tapi tangannya tertahan oleh seorang pria besar dibelakangnya. Ia berusaha untuk berontak. Sayang, tubuh kurusnya tak mampu menggerakan kerumunan orang yang menghimpitnya. Seketika tas cangklongannya lepas dari genggaman. Tas lusuh itu kini tak berada dipundak Adi. Adi terkesiap, himpitan ini ternyata hanyalah kamuflase. Secepat kilat adi berteriak
“Copeeeetttt !!! Tolooooonngg saya dicopet !!”
Sayang teriakan Adi hanya terdengar samar-samar ditengah kerumunan itu. Kini penumpang yang hendak turun mulai menemukan jalannya dan keluar satu per satu dari pintu bus. Adi yang masih terkejut segera berlari dan menyapu pandangannya kesegala arah. Dua orang berpakaian hitam kumal lari terbirit-birit menjauh dari bus. Segenap tenaga Adi kumpulkan di kerongkongannya.
“Copppeeeetttt itu copeeettt !!! tolooonngg!!
Orang-orang yang duduk di halte berloncatan mendengar sebuah teriakan. Pandangan mereka tertuju pada dua orang yang lari terbirit-birit dan kini telah berada diatas sepeda motor. Mereka hilang dari pandangan. Gumam kekesalan terdengar dari mulut orang-orang disekitar. Mata mereka kini tertuju pada sumber suara yang kini berlutut diatas aspal. Memandangi nasib naas yang dialami bocah kurus itu.
Adi tak percaya akan apa yang terjadi, bayangan Emak, Kang Maman, Pak Heri terlintas dibenaknya. Beasiswa, sarjana, lomba, essai, kata-kata itu kini menari-nari mengelilingi kepalanya. Pemalakan preman, buku yang hilang, tulisan yang ia tulis selama tiga hari, kini hanya menjadi sebuah kenangan yang berlalu begitu saja. Hampa,  melayang dan hilang diterpa angin. Jerih payahnya ternyata hanya mengisi hari-harinya supaya tidak kosong.  Sepertinya nasib baik memang bukan diperuntukkan baginya. Air mata kini terasa sulit untuk keluar dari matanya. Ia tak bisa berkata apa-apa. Naskah, dompet, dan uang yang tadi ia pinjam dari Kang Maman sudah hilang dari genggamannya. Batas pengumpulan sudah tidak bisa ditolerir lagi. Kini ia hanya bisa merelakan cita-citanya hilang dijambret orang. Semua terjadi dalam hitungan menit. Dan tak ada yang bisa menghentikan kedua copet yang sudah lenyap ditelan keramaian.
***      ***      ***

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish