Selasa, 28 Februari 2012

Allow your imagination dancing around your head... it may the best step to rebuild ...
No body will understand what happened in our life, wether they care or not. i am not a prophet, so i shouldn't being followed.
Life is never flat. but i choose to stay in the slum of my place ....

Rabu, 22 Februari 2012

Apologize

I don't mean to hurt you ...

Peran Pemuda


Pembukaan
Perjalanan pergerakan pemuda selalu menjadi perhatian. Nafas baru, pemikiran baru, dan gagasan baru selalu menjadi produk bagi yang dibawa kaum muda. Bahkan, lahirnya Negara ini pun bermula dari pergerakan kaum muda. Pemuda selalu menjadi harapan, bagi mereka yang menginginkan perubahan.
Meski pergerakan pemuda selalu mengundang perhatian, nyatanya permasalahan yang terjadi saat ini menuntut lebih banyak solusi dan penyelesaian. Beban yang ditanggung kaum muda zaman sekarang lebih rumit dan kompleks.
Isi
1.      Tinjauan Sejarah
Sejak lahirnya negeri ini kealam kemerdekaan, Indonesia tidak henti-hentinya mengalami banyak permasalahan. Dari mulai korupsi, kasus suap, perdagangan manusia, penggunaan narkoba, terorisme, dan sejumlah permasalahan lain yang tak kunjung reda. Namun itu semua tidak menyurutkan semangat kaum muda untuk terus berkarya dan berjuang. Tak aneh, bila Soekarno menyatakan “beri aku sepuluh pemuda Indonesia, akan ku guncangkan dunia”.
Sebut saja prestasi pemuda tempo dulu. Soekarno muda yang sudah berani tampil menggugat pemerintahan kolonial. Bung Hatta yang menjadi aktivis Perhimpunan Indonesia. Syahrir yang menjadi perdana menteri Indonesia. Dan saat ini, banyak para pemuda yang enggan diam dan menerima keadaan tanpa berbuat. Sebut saja Iman Usman yang menjadi penggagas Indonesian Future Leaders yang pernah menyampaikan pidato dalam konferensi kepemudaan di PBB, Leonardo Kamilius yang mendirikan Koperasi Kasih Indonesia, Sandiaga S Uno yang menjadi pengusaha sukses saat usianya yang masih relatif muda. Indonesia selalu menelurkan pemuda-pemudi yang berkualitas. Bagaimanapun permasalahannya.
2.      Sekilas Permasalahan Bangsa
Namun kenyataannya, kita tidak bisa menutup mata akan permasalahan yang terjadi dikalangan pemuda. Banyak pemuda yang jatuh dalam keterpurukan. Angka putus sekolah masih menempati posisi tinggi. Remaja yang hamil diluar nikah masih dalam jumlah besar. Kasus narkoba, pemerkosaan, bahkan menyontek ketika  ujian pun masih menjadi topik hangat bila dibicarakan.
Ditengah permasalahan yang terjadi, tanpa menutup mata pemuda masih memiliki kesadaran tinggi akan suatu perubahan. Pemuda masih menjadi barisan terdepan dalam setiap perubahan. Tetapi,melihat kondisi yang terjadi, pemuda perlu mengatur ulang kembali pola pikir dan sikapnya. Karena tantangan  yang dihadapi sangat rumit dan kompleks.
Meninjau permasalahan bangsa yang terjadi akhir-akhir ini, kita seolah disuguhi dengan penampilan sandiwara apik dan terencana. Pemimpin yang kita pilih kelihatannya tidak mampu menjadi figur utuh seperti apa yang diharapkan. Tak jarang kita menemukan para pemimpin suatu golongan yang menjadi tersangka pada suatu kasus. Krisis figur adalah masalah kita. Kita membutuhkan sosok ideal yang mampu memberikan inspirasi dan menjadi panutan.
Maraknya berbagai kasus yang terjadi saat ini bukan saja dilakukan oleh kaum yang tergolong rendah kualitas pendidikannya.  Pendidikan tinggi seolah tidak menjadi jaminan dalam berbuat dan berperilaku baik. Korupsi dan penyuapan tidak mungkin dilakukan oleh mereka yang tidak tahu keuangan. Jual beli narkoba tidak mungkin dilakukan oleh orang tidak mengerti buruknya bagi kesehatan dan nalar. Ini semua adalah potret sebagian kecil dari permasalahan bangsa yang terjadi.
Ditengah permasalahan yang terus menderu, dan problematika pemuda yang semakin panas, perlu diambil tindakan dan solusi konkret untuk merubah itu semua.
3.      Peran Pemuda Dalam Menyelesaikan Permasalah Bangsa
Meski permasalahan tak kunjung reda, itu semua bukan alasan bagi pemuda untuk diam tanpa membawa sebuah perubahan. Beberapa ide dapat menjadi sebuah solusi untuk dikerjakan diantaranya :
A.     Hidupkan organisasi kepemudaan
Buah kemerdekaan yang kita rasakan adalah hasil dari pergerakan pemuda zaman dulu. Soekarno, Bung Hatta, Agus Salim, Syahrir, dan aktivis lainnya adalah mereka yang menerpa diri dalam kawah organisasi. Organisasi mampu meningkatkan kecerdasan sosial dan mampu melatih mental juga kepekaan. Tentunya, organisasi saat ini harus memiliki sistem dan tatanan lebih maju, juga bervariasi. Kita bisa menghidupkan organisasi kepemudaan, organisasi pecinta lingkungan, organisasi pecinta budaya, dan lain sebagainya.
B.     Samakan persepsi dan tujuan perjuangan
Ini perlu dilakukan dan sangat sensitive. Banyak perbedaan pendapat menjadi bahan adu domba dan perpecahan. Perbedaan persepsi memang tidak dapat dihindari namun mampu diatur dan dijaga. Tujuan untuk membangun bangsa dan bela Negara seyogyanya disadari dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai forum diskusi atau seminar. Dengan pengadaan diskusi dan pertemuan, kita bisa menyatukan gagasan,  ide, dan menyamakan pandangan disetiap isu-siu yang terjadi. Tak selalu harus bertaraf nasional, diskusi ilmiah dikalangan civitas kampus, remaja masjid, bahkan karang taruna pun dapat menjadi media untuk menyamakan persepsi.
C.     Fokuskan pada pendidikan dan pembentukan karakter
Pemuda tetaplah pemuda. Manusia yang memasuki fase remaja hingga dewasa. Pendidikan dan pembentukan karakter agar kiat dilakukan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan. Maraknya perilaku menyimpang dikalangan pemuda adalah bukti dari pembentukan karakter yang kurang maksimal. Sejatinya, pendidikan akan membentuk pemuda menjadi manusia yang ideal dan berakhlak. Pendidikan karakter tidak hanya dilakukan pada kegiatan formal. Banyak kegiatan luar sekolah yang mampu membentuk karekter pemuda. Sebagai contoh, sebut saja gerakan kepanduan, penampilan kreasi seni, kejuaraan, dan berbagai kegiatan luar sekolah. Banyak  pemuda yang memiliki potensi namun tak tersalurkan dikarenakan media yang diselenggarakan terkadang mensyaratkan biaya yang cukup besar. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun, asal bukan bertujuan bisnis semata
D.    Lakukan Aksi
Aksi memang bukan segalanya tapi aksi menjadi salah satu opsi yang efektif untuk membuat sebuah perubahan. Sebagai contoh Reformasi tahun 1998 adalah buah dari aksi para mahasiswa. Hal ini terjadi juga di Negara lain. Mesir, Yaman, Tunisia, adalah contoh Negara yang mengalami perubahan karena aksi. Aksi dinilai sebagai solusi terakhir bila perubahan yang diharapakan tak kunjung datang. Namun perlu dipahami, aksi tidak selalu berkaitan dengan demonstrasi. Contoh aksi lain yaitu apa yang dilakukan oleh Indonesian Future Leaders. Mereka membuat sebuah pelatihan demokrasi dan simulasi parlemen agar para pemuda mampu berlatih bersidang secara formal. Aksi adalah dimana kita menentukan suatu permasalahan, lalu kita fokus dan membuat perubahan sesuai bidang yang kita kuasai.
Kami sadar, permasalahan yang terjadi tidak mampu kita rubah secara cepat dan  keseluruhan. Namun peran pemuda saat ini sangat menentukan bagaimana nasib Negara di masa depan. Investasi nilai kebaikan, investai moral, dan investasi pengetahuan tidak akan rugi bila dilakukan sejak saat ini. Sebaliknya, bila investasi tersebut tidak dilakukan sejak saat ini, maka nasib Indonesia di masa depan akan tetap seperti saat ini.
Dari ini semua, pemuda harus mampu menjadi penggerak  yang menggerakan, orang baik yang memperbaiki, dan pejuang yang memperjuangkan.
Penutup
Harapan kami dari penulisan essay ini adalah pemuda agar mampu memperkuat kebersamaan dan tali persaudaraan antar sesama. Eratkan tali silaturrahim dan perbanyak interaksi dalam kebaikan. Pegang erat nilai integritas moral dan selalu berusaha untuk istiqomah dalam menjalankan tugas mulia ini.
Saran kami, tentunya gerakan ini tidak akan terjadi bila tidak ada dukungan dari pihak dan lembaga tinggi. Tentunya kami sebagai pemuda memohon dukungan dari pemerintah dan kamu tua. Saran terakhir, agar ide ini mampu menginspirasi dan membangkitkan semangat kaum muda diseluruh penjuru tanah air. Facebook, twitter, blog dan berbagai media sosial lainnya agar mampu dioptimalkan dengan baik.

Selasa, 21 Februari 2012

Review apa yang terjadi kemarin...

Awalnya saya bingung harus memulai darimana. Mengapa? Karena apa yang saya tulis tidak menentu arah. Kadang tulisan hanya bersifat curahan pikiran, emosi, kisah pendek sehari-hari, atau hanya pendapat akan suatu fenomena. Saya tahu, dalam tehnik menulis hal seperti ini sebaiknya dihindari. Karena menulis yang tidak terfokus akan membuat pembaca kebingungan. Topik yang dibawa-pun juga kadang tidak terprediksi. Oleh karenanya, saya akan mencoba memfokuskan apa yang akan saya tulis. Ya, menulis apa yang dialami sehari-hari. Entah itu cinta, kagum, konyol, semangat, sedih, emosi, asal jangan menghina (meski menghina kadang beda tipis dengan mengkritik), dan tentunya menyimpan hikmah. #gaya-ustad....

Kemarin, seperti biasa saya memulai aktifitas kuliah saya. Matakuliahnya adalah Phonetic and Phonology. Ilmu yang mempelajari tata ucap suatu bahasa berdasarkan organ produksinya. Kali ini kawan saya Robi dan teamnya menjadi First Presenter. Meski kuliah agak delay karena dosen yang telat, secara keseluruhan presentasi dan materi yang dibawakan sangat baik. Keren....

Setelah mata kuliah Phonetic, hanya jeda untuk solat zuhur, saya kembali ke kelas dan mempelajari matakuliah Foundation of Grammar. Matakuliah yang bagi saya sangat menyenangkan. Entah mengapa, sejak berkenalan dengan Grammar pada kelas 3 SMP, saya selalu tertarik dengan yang satu ini. Dengan nilai pun alhamdulillah selalu aman. Grammar menurut hemat saya sama halnya seperti Nahwu dan Shorf. Dan saya mempelajari kedua ilmu itu selama 5 tahun. Grammar 4 tahun, (ketika SMP dan SMA). Semoga saja kesenangan saya akan Grammar tidak membuat saya terlena. Dan semoga nilai yang saya dapat akan memuaskan seperti halnya dulu. Amin....

Apa yang membuat saya sangat "excited" dengan Grammar saat ini? Jujur saja, diajari oleh seorang Guru Besar Linguistik juga seorang Professor memang betul-betul menyenangkan. Sangat menyenangkan. Bahkan saya membayangkan kalau saja setiap matakuliah cara Dosen mengajar seperti beliau, tentu kualitas mahasiswa pun gak jauh beda ama Dosennya.Beliau mengajar "Bahasa Inggris" dengan bahasa pengantar "Bahasa Inggris", dan memahamkan materi dengan "Bahasa Inggris". Apa yang saya pelajari ketika masih di KMI, guru bahasa seharusnya demikian. Bukan mengajari bahasa dengan bahasa yang lain. Memang, latar belakang beliau yang pernah studi di Aussie memberi banyak feedback bagi beliau. But, mau kuliah dimanapun, bila sudah memegang amanah sebagai dosen (apalagi dosen bahasa) seyogianya, bahasa pengantar yang dipakai adalah bahasa yang menjadi pokok pembahasan.

Selesai kuliah, saya bergegas menuju musholla dan menunaikan sholat ashar. Awalnya saya berncana untuk mengikuti English Debate Community. Awalnya ragu sih mau ikut, ngeliat personel debat yang skillnya keren bikin saya agak minder. But, setelah mengikuti kegiatan itu pertama kali, saya merasa ini merupakan tantangan keren. Dan, bismillah akan terus belajar dalam segala hal ...

Hari yang sempurna menurut gue, thanks Allah.....

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI Bandung

Rabu, 15 Februari 2012

Karya Tulis di Jurnal Ilmiah, why not?


Universitas di Indonesia saat ini masih berada di peringkat bawah dari jajaran universitas terbaik di dunia. Tapi yang mengherankan, universitas di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, mampu menempati peringkat 100 besar. Bahkan National University of Singapore menempati peringkat 20 besar universitas terbaik di dunia. Ternyata letak geografis, latar belakang budaya, dan ras yang banyak memiliki kesamaan dengan kita, tidak membuktikan kualitas universitas yang sama pula. Ukuran ranking tersebut tidak hanya melalui penilaian jumlah dosen asing, jumlah mahasiswa asing, atau canggihnya laboratorium IPA, tetapi dinilai juga dari berapa banyak jumlah karya tulis ilmiah yang dikutip di forum dunia.

Secara kuantitas penduduk, Indonesia menempati urutan keempat terbesar di dunia. Dan setiap tahunnya, jumlah mahasiswa baru yang mendaftar pada perguruan tinggi negeri atau  swasta mencapai rata-rata tujuh ratus ribu pendaftar. Secara logika, bila setiap tahun pendaftar mencapai angka sekian, maka seharusnya tiap tahun alumni dan wisudawan mencapai angka kisaran lima ratus atau enam ratus ribu alumni. Dan bila tiap mahasiswa membuat sebuah karya tulis ilmiah, maka dipastikan jumlah karya tulis ilmiah “seharusnya” meningkat sesuai dengan jumlah wisudawan. Tentu hal ini dapat mendongkrak kualitas alumni juga kualitas perguruan tinggi, secara nasional maupun internasional.

Program penerbitan karya ilmiah perlu didukung dan direalisasikan. Tentu dengan pengawasan dan bimbingan dosen agar karya ilmiah tidak sekedar karya tulis alih-alih hasil plagiarisme. Berangkat dari sini, tentu kualitas perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing dikancah internasional. Seyogyanya,  program ini dimaknai dengan penuh kesadaran akan pentingnya reproduksi ilmu pengetahuan melalui karya tulis ilmiah. Tak aneh, di Indonesia banyak sarjana sastra dan ilmu bahasa tetapi tidak mampu menulis apalagi membuat buku ajar. Penekanan pengajaran sastra hanya pada penguasaan teori dan struktur, tapi kualitas menulis masih diragukan.


Selasa, 14 Februari 2012

Menelisik drama pendidikan ...

Manusia sejatinya memiliki dua komponen inti yang mempengaruhi segala keputusan dan kebijakannya. Akal dan hati. Dua hal ini selalu memberikan perspektif yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Namun secara naluriah, kedua komponen ini tidak mampu bekerja dengan baik tanpa mengalami proses pembentukan dan pertumbuhan. Proses yang banyak para pemikir sebut sebagai "Memanusiakan Manusia" atau "Mendorong manusia menuju kesempurnaan". Apapun itu, benang merah dari berbagai definisi itu adalah sebuah kata yang kita sebut sebagai "Pendidikan".

Banyak para filsuf, ilmuwan, sejarawan, professor, bahkan para politisi memberikan gambarannya akan apa itu definisi pendidikan. Namun faktanya, definisi hanyalah definisi. Yang berhenti pada satu tanda kalimat berupa "titik" dalam sebuah kata diatas secarik kertas. Mereka yang rela terjun dan menjadi praktisi pendidikan hanya sedikit bila dibandingkan dengan mereka yang bergelut memperdebatkan definisi dari pendidikan. Saking banyaknya perdebatan dikalangan ilmuwan, rasio jumlah buku yang diterbitkan tidak sebanding dengan dampak yang dihasilkan. Buktinya, kasus perilaku menyimpang, pergaulan bebas, obat-obatan terlarang, dan turunya moral anak bangsa masih menjadi topik hangat yang tidak akan habis dikupas di media massa. Ironi memang.

Indonesia saat ini masih menduduki klasemen atas dalam jumlah kepadatan penduduk didunia. Juga masih menjadi klasemen atas dalam tindak korupsi. Jumlah ilmuwan dan pendidik-pun tidak sedikit. Tapi mengapa perwajahan negeri ini seolah tidak berubah meski sudah didandani oleh make-up dan bedak yang mahal dan diimpor dari luar negeri. Mereka yang berpendidikan seolah tidak mampu memberi panutan pada generasi muda. Kasus kelicikan skala besar-pun dilakukan oleh mereka yang telah menempuh pendidikan super tinggi, gelar dibelakang namanya, dan berbagai titel pendidikan dan penghargaan. Seolah apa yang mereka lakukan tidak diperhatikan dan dilihat. Tak heran, yang tua demikian, yang muda pun demikian.

Tak heran bila saat ini, masih banyak generasi muda kita yang duduk termenung dan meratapi nasibnya. Mereka berusaha hidup ditengan kesemrawutan negeri yang tak menentu ini. Bosan dengan nasibnya, akhirnya mereka memutuskan untuk berbuat sesuai dengan naluri anak mudanya. Berbuat dan berlaku seenaknya. Seakan dunia menjadi miliknya.

Gagahnya pagar sekolah, identitas nasional atau internasional, dan mahalnya biaya pendidikan kini menjadi tembok tinggi dan jurang pemisah. Pendidikan saudara kita di Kupang, NTT, Papua, dan pelosok lain negeri ini sungguh sangat jauh berbeda bila dibandingkan pendidikan di kota-kota besar. Perwajahan bak selebritis, gadget dan aksesori jutaan, make up dan gaya rambut ala orang asing, dan identitas keartisan kini menjadi trend bagi para remaja labil. Seolah konser idola, lagu baru, dan pulsa gratis menjadi perhatian pertamanya. Tapi nasib saudara yang nun jauh disana tak terbesit walau sedikit. Tanyakan nama kota di NTT atau NTB pada mereka, dengan bangga dan tanpa bersalah banyak mereka yang menjawab "Duh lupaa, dimana ya itu? Saya gak suka Geografi".

Pendidikan negeri ini, mau dibawa kemana? Akankah pendidikan kini hanya menjadi ukuran nilai rapor saja? Ataukan pendidikan hanya menjadikan manusia tidak manusiawi lagi? Ataukah pendidikan hanya menjadi alat untuk mencari gelar dan mencari pekerjaan? Atau, apakah pendidikan hanya menjadi bahan olok-olokan karena mereka terkesan culun, cupu, bego, kutu buku, dan hanya rajin menghuni perpustakaan?

Menelisik peran "Drama Pendidikan" di Indonesia memang tak  pernah habis dikupas. Pertama adalah peran "sekolah". Sekolah di Indonesia sedang mengalami arus latah. Latah karena ingin dinamai "Internasional" atau "Standar Nasional". Mengapa? Agar biaya sekolah dapat diatur sedemikian rupa dengan tawaran pendidikan yang "Internasional". Agar sekolah menjadi sebuah tempat mewah yang dihuni oleh para jutawan, pejabat, dan pengusaha skala besar. Agar dana sekolah lebih besar dan tidak tersendat-sendat. Kesejahteraan guru pun meningkat. Coba lihatlah nasib SD di daerah Cilacap yang atapnya rubuh karena terjangan angin. Bila ada guru yang dimutasi kesana, apakah ia akan mampu bertahan? Lalu apakah label pendidikan hanya berhenti pada kata-kata "internasional" hingga mereka yang menjadi alumni dari sekolah itu dipuji dan diagungkan bak dewa? Sekolah pun kini        menjadi tak berdaya karena kebijakan disiplin dan ketegasan diatur oleh sifat manja para murid. Disiplin yang tegas dianggap keras, dan protes orang tua murid membuat sekolah seolah lembek dan kemenye. Lihatlah bila murid diberikan disiplin yang bertujuan mendidik para murid. Sekolah tiba-tiba dibanjiri oleh para wali murid yang keberatan atas disiplin. Sekolah kini telah luntur wibawanya, dan tak mampu mengendalikan muridnya. Dengan dalih "si A anaknya pejabat" "si B anaknya pengusaha" "si C anaknya polisi, tentara, presiden" lalu apakah dengan seperti itu mereka kebal aturan dan disiplin?

Kedua adalah peran "Guru". Bila menyebut nama ini saya merasa tersindir. Kelak saya akan menjadi guru pula. Itulah alasan mengapa saya ingin menulis artikel ini. Agar kelak saya tidak menjadi seperti itu.

Drama guru memang selalu membuat sensasi. Bagi yang tidak suka atau merasa tersinggung saya sarankan untuk tidak membaca tulisan ini. Sekali lagi saya sarankan, tutup jendela blog ini dan tak usah dibaca. Ini akan sangat sensitif dan provokatif. Kita tinggal di negeri yang demokratis. Presiden saja boleh dikritik secara frontal di media massa. Jadi... jangan salahkan bila tersinggung.

Bila kita mengambil satu contoh dari ribuan contoh di Indonesia,  kita ambil kasus pencontekan si SDN Gadel Sidoarjo beberapa waktu silam. Bagaimana sebuah drama dilakoni dan dikerjaan dengan tanpa dosa. Ujian yang diniatkan mengukur prestasi dan akhlak murid kini hilang dan luntur nilai-nilainya. Ujian yang diharapkan menjadi ukuran moral kini telah dihancurkan oleh guru sendiri. Tanpa dosa guru memberikan contekan jawaban saat ujian. Tak usahlah menyebut salah satu nama sekolah menengah. Tanya saja muridnya, apakah guru memberikan jawaban pada saat ujian? Mereka hanya tertawa dan cekikikan menjawab "iyaa doonng, sekolah aku gituuu". Bila ada murid yang enggan melaksanakan perintah itu, ia akan menjadi bulan-bulanan pihak sekolah. Murid yang cerdas malah diarahkan untuk bermental bobrok ala koruptor yang lihai berbohong dan melempar tuduhan. Murid yang jujur malah dinilai bodoh, goblok, memalukan, dan menjadi cibiran. Kemanakah nilai luhur itu? Apakah jujur memang bahan tertawaan orang? Tak heran bila kita dipimpin oleh para koruptor, kejujuran pun kita tertawai dan dianggap bodoh. Guru seolah menyuruh anak muridnya membangun jembatan diatas jurang, belum sampai ke tebing selanjutnya, murid diperintah untuk terjun payung kebawah jurang. Hancur lebur dan tak berbentuk. Akhirnya, mencontek bukan lagi sebuah dosa pendidikan. Tapi budaya kebersamaan dan kewajaran.

Lalu diapakan hati dan akal yang tinggal didalam jiwa kita? Pendidikan macam apa yang saat ini kita rasakan?

Guru pun seolah merasa tugasnya sebagai pendidik selesai setelah bel keluar kelas. Tindak tanduk dan perilaku muridnya diluar sekolah seolah bukan tanggung jawab mereka. Bila murid terlibat pada suatu kasus, guru seolah angkat tangan dan merasa tidak bertanggung jawab. Lalu kemanakah murid akan memohon pengarahan? kemanakah murid akan memohon pendidikan yang bersih? yang mendorong siswa-siswinya berbuat baik dan arif?

Saat ini marak sekali lembaga pendidikan semacam bimbel bermunculan. Para murid merasa  mereka lebih dapat menimba ilmu ditempat sepeti itu. Mereka mampu lolos SNMPTN atas bimbingan para mentor. Meski tidak semuanya, kebanyakan bila ditanya mengapa mereka bimbel, para murid menjawab "Di SMA saya tidak mendapat apa-apa". Jawaban yang seharusnya membuat para guru dan sekolah malu. Seharusnya guru membimbing murid yang tidak bisa menjadi optimis untuk bisa. Sekolah memberikan pendidikan yang afektif dan disiplin. Sekolah harus mampu berdiri tegak dan tegas.

K.H Imam Zarkasyi mengatakan "Apa yang kau lihat, kau rasa, kau dengar adalah pendidikan".

Pendidikan adalah proses. Dan pendidikan tidak hanya dinilai dari jumlah torehan nilai di rapor saat kelulusan. Alih-alih nilai palsu Ujian Nasional. Pendidikan adalah suatu cara bagi manusia agar mampu berdiri diatas kaki sendiri, berjalan dengan penuh optimis, dan melihat dengan penuh kesadaran. Dengan artian, agar mereka mampu menemukan bakat dan minat yang memang ada dan tinggal dalam dirinya. Biarlah orang yang berbakat menjadi pesepak bola berkecimpung dibidangnya. Janganlah jadikan UN penghancur moral mereka. Biarlah orang yang tinggal didesa dan mengurus ternak mengurusi ternaknya hingga sukses, jangan jadikan mereka malu karena nilai UN mereka yang hancur. Agar mereka optimis dan mampu berjalan, dan menjadi apa yang  mereka inginkan. Dan sadar akan perannya di bumi ini sebagai khalifah. Yang menebarkan rahmat bagi sesama.

Bila drama ujian nasional hanya menjadi cermin dua wajah, usahlah program ini dilanjutkan. Jangan jadikan UN semata-mata nilai dan ukuran murid. Tidak mungkin, soal yang sama rata, diujikan dengan sama rata pula. Mereka yang tinggal dikota-kota besar mampu menyelesaikan soal ujian karena belajar ditempat yang nyaman, aman, dan dibimbing dengan pendidikan luar sekolah. Tapi mereka yang di Kupang, Flores, Maluku? Yang harus melewati jembatan yang hampir rubuh agar mampu bersekolah ....

Juga drama ancaman mutasi bagi sekolah yang gagal dan memiliki prosentase nilai UN rendah. Usahlah para guru ditekan agar murid lulus dalam ujian. Memang ujian itu perlu, dan bertujuan mulia, tapi sistematika dan pelaksanaanya harus dikoreksi besar-besaran. Ujian haruslah diukur dari berbagai aspek. Saya lebih merasa ujian akhir sekolah yang justru lebih berperan.

UN bukan satu-satunya ukuran yang dapat dijadikan patokan, bila setelah ujian, siswa tidak berubah dan tidak meningkat. IQ, EQ, dan SQ nya.

Bila sekolah beranggapan, "bila nilai UN kita rendah, kita akan ditegur oleh pihak kementrian, dan dianggap pendidikan tidak sukses" maka orientasi ujian bukan lagi akhlak, mental, dan keilmuan siswa. Itulah mengapa saya berpendapat, UN tidak perlu diadakan lagi. Buatlah suatu ujian yang mendorong siswa untuk mengeluarkan bakatnya dan mempertanggung jawabkan hasil evaluasi belajarnya. Seperti tugas akhir, membuat makalah, presentasi, berpidato dan menjelaskan suatu materi, membuat sebuah pertunjukan, prestasi olahraga, memimpin seminar ilmiah, itu semua mampu dilakukan bila guru dan sekolah saling mendukung. Itu semua adalah ujian bagi murid, karena bukan masalah ia mampu melewati ujian atau tidak, tapi apakah ia mampu untuk hidup, mandiri, dan disiplin setelah mereka diuji? Itulah ujian. Karena orientasi "Belajar Untuk Ujian" akan berhenti bila proses ujian telah selesai. Tapi bila "Ujian adalah bagian dari belajr" murid akan terus mengevaluasi diri agar ia terus meningkat. Bukan semata-mata mengejar nilai.

Memang tidak adil bila kita menyalahkan guru ataupun sekolah saat ini. Mereka pasti memiliki alasan yang kuat atas keputusan yang mereka lakukan. Tapi saya hanya berharap, bila UN memang masih berlaku, tidak usahlah murid diberi contekan oleh para guru. Biarlah murid tahu sampai mana kemampuan dia, dan PERAN MEDIA jangan terlalu mengumbar-ngumbar siswa yang tidak lulus. Hendaknya paradigma tidak lulus diubah dan diarahkan. Dan guru mendidik dan mengajari kembali murid-murid yang tidak lulus agar mampu lolos ujian kembali. Bukankah ketidak lulusan mencerminkan ketidak seriusan murid ketika belajar? Bila murid memang malas belajar, wajar saja bila ia mendapatkan hasil yang setimpal. Yang terpenting adalah, bagaimana mental murid siap menerima hasil ujian yang mereka lakukan dengan BERSIH dan JUJUR. Bukankah pendidikan menanamkan nilai jujur?



say NO ...




Minggu, 12 Februari 2012

Try to arrange several words ...

I am not a Master English Author that can inspire each other with their wiseword. Ain't a Grammar Advance that my writing should be "grammatical". I'm just a beginner, a learner, that always made many mistakes, not once but so many times...

Question. It is the words that i want to discuss. The question always we found it at examinations, test, and many interview. But the essential one that i wanna say is, question neither at exam nor interview. It was "Question to know how care you for your own responsibilty"

I'm not sure that everybody from us  know what qeustion is. Is it some words that needed to be answered? or several sentences required any logical answer? You have your own answer to say ... whatever ...

Here, we try to combine two idea, among Studies Major, and Our awareness as an University Student ....

we firstly choose our major when we face SNMPTN.  We do look at a list that told us about many studies major for our studies. But after we succeed and sit at the major that we want, i want to give you a "Question". What for do you study at that major?

next question is ....

What is the reason about your choice?
What are you doing while you study at your major?
Did you do your duty as a student?
Do you feel hopeless when you study now?

And now, We ae now a student of university. Many people said that a student is an agent of change. And many people put their hopes on their shoulder and say " you are the leader at the futur", but in fact, when the students are asked about recent social issue,
"What is our nations problem now students? Do you read any newspaper or you just enjoy with your joke?"
That was the Question that want to be asked... you have your own answers .... whatever ....


Tragedi Kunci Sabuga





Hari ini, hari yang memang bener-bener bikin hati gue cenat cenut. Bukan gara-gara gue dikeceng ama cewek cantik, atau gue dapet duit buat ganti HP. Gak! Gak sama sekali, tapi ini adalah kejadian tentang sebuah kunci harta karun yang tertinggal didalam kotaknya....


hmmmm....

Pagi tadi, beres gue nyuci segunung baju, gue berencana buat pergi ke Sabuga, tepatnya sih Sorga. Sasana Olahraga Ganesha. Emang udah biasa sih gue lari pagi sambil "ngautis" sendiri. Berangkat sendiri, masuk sasana sendiri, (yaa masa di angkat-angkat), lari pagi sendiri, dan istirahat lalu makan sendiri. Hmmm, nasib jomblo .... ya gapapa lah, soalnya juga kalo gue punya "someone" gue juga gatau bisa ngajak dia lari apa enggak. Paling kalo gue ajak lari, dia mau ngikut sekali doang, kesananya .... "Aku ga ikutt yaa.... gapapa kaaaann?" (ini kok malah curhat).

Akhirnya gue stretching sebentar. Gerakin leher, kaki, bulu mata, telinga, idung, rambut, dagu, pelipis, betis, lutut, kepala, pundak, kaki, dan semua anggota badan dan staff-staff nya. Beres pemanasan, gue mulai menggetarkan sensor dari gelombang otak, dan memacu dendrit untuk menyampaikan pesan ke akson dan syaraf. Akhirnya terjadilah sebuah gerakan yang memacu otot  dan sensor motorik untuk menggerakan kaki dan paha. I was starting to run .....

Yaahhh, lari pagi di Sabuga. Memang bersemangat kalo lari dengan environment yang mendukung kita buat olahraga. Dan paling ga enak kalo olah raga ama lingkungan yang banyak ngeluh ini itu. Hmmm makanya gue milih tempat ini buat lari. Seenggaknya gue jadi malu kalo liat orang-orang sebaya gue yang rutin lari pagi. Biar sehat toh? Biar ga ngundang banyak penyakit, dan menjadi jalan yang alami buat ngurusin badan. Ngapain coba diet, ga makan ini itu, ga konsumsi ini itu, tapi olah raga aja masih males, mending makan yang banyak, dan olahraga yang banyak. Jadi bukan kurus kaya orang kurang gizi. Tapi sehat wal afiaat.. hehehhe

Lagi asyik-asyiknya lari sambil denger lagu dari HP gue, terdengar sayup-sayup suara orang dari TOA. Yang menginformasikan buat siapa aja yang ngerasa kehilangan kunci motor, agar segera menghubungi pihak keamanan.

Sejenak gue diem

Ngecek saku

Usap-usap saku

Dan .....

Kunci motor gue ga ada!

Gue bingung, tapi karena ini bukan hal yang pertama, jadi kesannya gue santai aja. Akhirnya gue nunggu dibawah pohon rindang dan melongo ngeliat pos satpam yang sepi.

Lama nunggu dan bete, akhirnya gue berinisiatif buat nanya ama petugas parkir yang ada disana. Gue nanya ama mereka apa ada yang liat kunci ngegantung? atau jatuh? dan jawaban mereka sama
"Ga ada, saya ga liat"
Gue mulai panik. Masa gue harus manggil orang bengkel buat ngebongkar motor gue? Gue jalan kesebelah lapangan futsal, dan ketemu ama temen gue yang kuliah di ITB
"Alhamdulillah ..... "
Gue minta tolong ama dia, siapa tau kunci motor dia bisa buka jok gue. Lalu gue menuju motor, dan .... ga bisa! Jok motor gue ga kebuka sama sekali!

Akhirnya gue datengin lagi petugas parkir yang ada disana. Dan dia meyakinkan kalo emang dia ga liat kunci motor. Belum puas ama jawaban si bapak, gue minta ama si bapak buat nemenin ke tiap-tiap pos penitipan. Sesaat gue jalan, gue didatangin ama dua satpam yang bertugas disana. Niat mereka emang baik, mereka bantuin kita buat nyari kunci gue yang ghaib. Tapi pas gue jalan, gue ngerasa ada yang aneh .....

Sabtu, 11 Februari 2012

Peran Pemuda di Era Globalisasi

By : Restu Surya Dinagara

Indonesia. Sebuah negara yang kita singgahi, kita tinggali, dan menjadi bagian dalam hidup kita. Bagi mereka yang berbicara dengan Bahasa Indonesia, bagi mereka yang mengaku bertumpah darah yang satu, bagi mereka yang mengaku berbangsa yang satu, ingatlah, bahwa kita hidup disini adalah untuk menjadi bagian dalam barisan pembangun bangsa. Sudah terlalu banyak penggalan sejarah negeri ini yang mengelu-elukan semangat pemuda. Sudah terlalu sering pujian yang datang pada diri pemuda. Bukan asing bagi negeri ini bila kata pemuda selalu menjadi motor perubahan. Selalu menjadi barisan terdepan.

Kita perlu membuka mata lebar-lebar kawan. Memandang jauh kedepan. Merangkul kiri dan kanan. Dan selalu ingat akan sejarah dibelakang. Kita duduk disini, dinegeri yang sedang merindukan perubahan, bukan untuk meratapi, mengutuk, dan diam tanpa tujuan. Tapi kita disini adalah pemegang tongkat estafet bagi generasi masa depan. Kemanakah tongkat itu akan kita berikan? Kepada generasi yang lemah atau generasi kokoh?

Ada hal yang perlu kita renungkan saat ini, lihatlah bagaimana negara ini dibawa oleh para pemimpin yang mengaku dirinya lebih dewasa daripada kita. Mereka yang kita harapkan mampu mewakili aspirasi dan harapan rakyat. Mereka yang kita yakini mampu membuat sebuah perubahan yang nyata. Namun apa yang terjadi? Korupsi, kolusi, dan nepotisme masih belum hilang dari jas dan dasi mereka. Lihat bagaimana mereka dengan nyaman membuat batas antara si miskin dan si kaya. Lihat bagimana mereka, dengan leluasa dan mengatas namakan kepentingan rakyat, seenak perut menentukan harga dan perabotan yang jauh bila dibandingkan

Selasa, 07 Februari 2012

Parlemen Muda National Conference (part4)





Pemimpin Yang Mendengarkan


Oration and sharing by Mayor Joko Widodo (@jokowi_do2)



Tulisan ini bersifat ulasan dan deskripsi ulang. Beberapa pengembangan kalimat berasal dari ide  penulis.

Ketika pertama kali Bapak Joko Widodo bertugas di balaikota, beliau tidak langsung diterima sebagai Walikota Kota Solo dengan legowo. Minggu pertama di balai kota, beliau menghadapi ratusan bahkan ribuan lebih demonstran yang menuntut ini itu didepan Balai Kota. Melihat keadaan yang kurang baik itu, Pak Jokowi (panggilan akrab beliau) lantas tidak membubarkan para demonstran untuk kembali kerumahnya dengan cara kekerasan atau memerintah Satpol PP untuk turun. Beliau malah memerintahkan ajudannya untuk membukakan pintu gerbang demonstran yang kini mulai didorong-dorong oleh mereka.

Hal ini cukup aneh. Ketika seorang pemimpin didemo, kebanyakan mereka menyuruh satuan keamanan untuk mengamankan para demonstran dengan tindak kekerasan. Tapi ini terbalik, beliau malah mempersilahkan para demonstran untuk masuk ke kantor beliau dan berdiskusi untuk menyelesaikan "apa yang dimau" oleh masyarakat.

"Mereka saya ajak bicara, saya tanya sama mereka, kalian itu maunya apa?"
Ini pula lah yang mendorong para demonstran untuk berpikir. Apa yang dimau sebenarnya? Apa hanya protes dan protes yang tidak menawarkan konsep? Dari ini pula angka demonstrasi berkurang. Yang awalnya tiap minggu dihadiri oleh para demonstran, kini berkurang drastis bahkan tidak ada sama sekali.
"Mereka malu sama saya, katanya, kalo mau demo sama Pak Jokowi harus ada konsep,"
Pak Jokowi membuka lebar pintu aspirasi masyarakat. Beliau mempersilahkan warga masyarakat untuk bersuara dan menyampaikan aspirasinya. Beliau tidak membuat sekat antara pemimpin dan rakyatnya. Ketika beliau didemo, pertanyaan yang sering beliau tanyakan pada para demonstran adalah
 "Apa konsep yang kalian punya? Apa yang kalian tidak setuju?"
Dari sini pula Pak Jokowi mengatakan, bila pemerintah memiliki proyek, hendaknya masyarakat dimintai pendapat dan persetujuannya, bukan asal punya program tapi gak ngomong dulu sama rakyat.

Pak Jokowi juga mengagendakan banyak sekali perubahan di Kota Solo. Banyak pasar yang mulanya becek, kumuh, dan kotor, kini menjadi bersih rapi dan layak. Bahkan beliau mengatakan, hingga celemek pun beliau yang mendesain. Beliau juga menekankan kerja cepat dan sigap. Bagi para pimpinan dinas yang lambat atau tidak mampu mengikuti ritme kerja beliau akan segera dipindah tugaskan. Suatu cerita, ada proyek perbaikan pelayanan KTP. beliau menantang para pimpinan dinas dan camat untuk merubah proses pelayanan KTP yang mulanya satu minggu menjadi hanya satu jam. Tapi, para pimpinan tersebut banyak mengeluh dan tidak mampu mengikuti tantangan yang ditawarkan oleh Pak Jokowi, walhasil
"Saya copot besoknya."
Ketegasan pemimpin seperti inilah yang patut ditiru. Beliau tidak takut melakukan perubahan (positif). Hal inilah yang berbuah banyak perubahan diwajah dan tubuh Kota Solo. Beliau hanya tinggal satu jam di Balai Kota dan sisanya beliau terjun ke masyarakat dan berinteraksi langsung dengan warga.
"Masalah itu muncul dari lapangan, bukan dari ruangan ber-AC. Mau turun ke lapangan aja kok ya pake rombongan mobil kebelakangnya. Bikin macet saja. Bikin habis bensin juga. Sendiri sajalah, paling ditemani ajudan atau supir."
Beliau selalu menekankan agar para pemimpin (dan calon pemimpin) selalu mendekati masalah dan menyelesaikannya. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menyiapkan sistem, merubah sistem, dan memperbaiki sistem dari yang awalnya buruk, menjadi lebih baik. Agar pemimpin menguasai masalah, mereka harus peka akan permasalahan yang terjadi.
"Layanan masyarakat itu bukan cuma KTP."
 Beliau juga selalu menekankan ekonomi yang berpihak pada masyarakat kecil. Dari sekian banyak izin yang datang beliau hanya meng-acc sedikit dari jumlah yang ada.
"Izin mendirikan Supermarket itu cuma saya kasih delapan dari ratusan, Hipermarket dari delapan cuma satu, Mall dari tujuh juga cuma saya kasih satu. Saya tekankan masyarakat agar berbelanja di pasar tradisional. Itu milik banyak orang, kalo market atau hipermarket itu punya satu orang"
 Beliau menyimpulkan, pemimpin harus memiliki rencana yang jelas. Pemimpin harus tangguh, dan pemimpin harus berpihak pada rakyat kecil.
"Pemimpin itu harus ceria, gak boleh drop. Kalo pemimpinnya drop, gimana nanti bawahannya. Intinya, dekati masalah, dan SELESAIKAN!"
 Leadership isn't position, but an action ...... be optimist!

Rabu, 01 Februari 2012

Parlemen Muda National Conference (part3)

Terkenal Bukan Berarti Tidak Peduli

By Marshanda



Tulisan ini bersifat ulasan, rangkuman, dan deskripsi ulang dari orasi Marshanda yang dibaca ketika Konferensi Nasional Parlemen Muda Meet The Leaders. Beberapa kata mungkin mengalami perluasan dan pengembangan.

"It takes a big hole to make a mountain"

 Dibutuhkan lubang yang besar untuk membuat hal besar. Dalam kehidupan kita sebagai pemuda, kita tidak selalu mengalami kesenangan dan kemudahan. Banyak sekali teman-teman kita yang pernah mengalami pengalaman pahit. Diantara kita banyak yang pernah terjerumus dalam pergaulan yang salah, hingga mengakibatkan berbagai efek buruk dalam kehidupan  kita. Banyak yang terlibat tawuran, narkoba, bahkan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oknum jahat. Tapi apakah Tuhan menakdirkan itu semua karena Dia tidak sayang pada kita?

Ketika kita melewati masa-masa sulit itu, kita akan tahu sampai mana kita bisa bertahan, dan sampai mana kita mampu untuk bangkit dari segala keburukan. Kita akan diuji sejauh mana kekuatan kita dalam mengarungi hidup yang keras ini. Bersyukurlah kita pernah melewati masa-masa sulit itu. Karena dari situlah, kita akan mengerti, apa yang harus kita lakukan. Apakah diam dan membeku? ataukah bangkit dari keterpurukan dan berdiri menjadi seorang pribadi yang kokoh.

Tuhan sama sekali tidak pernah menghendaki keburukan pada hambaNya. Tuhan selalu memberikan pilihan bagi hambaNya untuk berbuat sesuai akal dan nalarnya. Tetapi kadang nalar itu terpengaruh oleh niat jahat seseorang. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berusaha untuk selalu menjaga diri. Dan merapatkan diri pada nilai kebaikan.

Kehancuran dan pengalaman buruk yang terjadi haruslah menjadi turning point. Menjadi sebuah titik balik dalam kehidupan untuk bangkit dan berubah menjadi sosok yang lebih baik. Menjadi sosok yang kuat. Menjadi penggerak perubahan. Bukan selalu menyesali apa yang telah terjadi.

Fokuslah pada kekuatan dan kemajuan. Katakan tidak pada kemunduran dan kegagalan. Kita disini berjuang dan berusaha dalam mengembangkan segala potensi yang ada. Kita harus kuat dalam melangkahkan kaki, dan  keluar dari segala penyesalan. Maafkanlah masa lalu kita, maafkanlah orang-orang yang dulu pernah menyakiti kita, maafkanlah diri sendiri. Agar kita lapang, dan siap untuk membawa perubahan.

Lihatlah bagaimana ulat bermetamorfosis. Dari sebuah ulat yang menjijikan, lalu mengalami proses lama bersemedi dalam kepompong, hingga menjadi sebuah kupu-kupu  yang membawa manfaat dalam penyerbukan tanaman. Membawa segudang manfaat bagi tanaman yang dihinggapinya. Begitu pula kita, jadilah diri kita orang yang selalu berusaha untuk bermetamorfosis. Dari pengalaman pahit yang kita rasakan, menjadi pribadi yang siap untuk menebar sejuta manfaat bagi orang lain.

Kita harus bangkit, berubah, berdiri, bahkan berlari. Untuk menjadi sosok pribadi yang baik, dan siap menebar segudang manfaat bagi orang lain.

                                                                 ***      ***    ***

Marshanda kini aktif dalam project Inspire-Cast. Sebuah website yang menyediakan berbagai kisah inspiratif dan membangung. Disini berbagai kisah orang-orang yang mengalami berbagai pengalaman berbagi cerita dan direkam dalam bentuk podcast.

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish