Kamis, 29 Oktober 2015

Sindrom Semester Akhir

Mungkin ini adalah momen di mana banyak mahasiswa tingkat akhir kebingungan. Saat skripsi yang dikerjakan tak kunjung selesai, saat bimbingan sulit dilakukan, dan banyak tagihan yang menguras pendapatan membuat para pejuang skripsi ini kelimpungan. Bagaimana tidak, sang gadis idaman selalu mengatakan bahwa rencana untuk menyempurnakan agama jangan hanya angan-angan. Ya itu semua butuh perjuangan, tetapi, bukankah kita harus menyelesaikaj tugas yang jelas-jelas ada di depan?

Mungkin ini hanyalah salah satu potret yang ada. Di sisi lain, banyak orang-orang yang nekad berbuat sesuai apa yang ia mau dan bekerja sesuai apa yang disukai. Banyak yang lantas menjadikan skripsi bukan prioritas utama, tetapi kewajiban yang pasti selesai. Namun saat situasinya terjal, apakah kita harus diam dan menunggu saja? Atau kita fokus membangun apa yang kita usahakan dan mencoba menuai apa yang kita perjuangkan?

Dan itu pun terjadi padaku sekarang. Apakah aku harus terus bersabar dan hanya menunggu? Atau berbuat dan bekerja sesuai passion yang aku suka?

Well, jawabannya adalah, mari kita keliling dunia dulu saja. Tunggu kisah selanjutnya ya ... Pagi ini aku menulis di kamarku, mungkin minggu depan aku sudah menulis di dormitori atau pinggiran Angkor Watt. Hehhe 


Rabu, 28 Oktober 2015

Kopi dan Skripsi

Yeay, akhirnya ...

Akhirnya bisa kesampaian menulis di kedai kopi sambil mengerjakan skripsi. Entahlah, mungkin ini salah satu keinginan sederhana yang sangat aku nikmati. Duduk ditemani kopi susu, musik yang asyik, dan juga tugas akhir yang harus dikejar. Semua berpadu menjadi suatu suasana yang nyaman.

Ya, ini adalah salah satu terapi sebenarnya. Karena mengerjakan tugas akhir di kamar yang sempit, dihalangi oleh dinding dan tentunya sendirian sedikit menyiksa. Meski jaringan wi-fi di rumah lebih kencang, suasana perempatan Braga dan hangatnya para pengunjung lain tidaklah tergantikan. Ya, Wiki Koffie jadi kedai yang sangat tepat. Dulu, aku duduk di sini saat menyelesaikan tugas terjemahan dari Naver Line. Tapi sekarang, aku kembali duduk untuk mengerjakan skripsi.

taken by me

Sebelum memulai tugas akhirku, ada sedikit cerita yang ingin aku bagikan. Cerita sederhana sebetulnya, hanya buah pikiran setelah sering berdiskusi dengan teman dari berbagai komunitas.

Saat itu aku sedang duduk di rumah Tria, lalu aku ditelpon oleh teman dari komunitas Sabalad, Pangandaran. Namanya kang Ai. Aku diajak untuk mengobrol tentang berbagai hal. Intinya sih silaturrahim. Kang Ai mengajakku mengobrol di daerah Gazibu.

Setibanya di daerah cisangkuy (karena gazibu sedang ramai karena banyak razia), aku lalu duduk bercengkrama. Ada teh Lina selaku perwakilan dari International Indonesia Working Camp. Obrolan pun dimulai. Sebetulnya hanya obrolan sederhana tapi berbobot.

Saat itu Kang Ai menanyakan padaku bagaimana tugas akhirku. Teman-temanku yang lain dari Unpad sudah pada beres dan lulus, hanya aku yang duduk di angkatan 2011 yang masih berkutat dengan skripsi. Aku jawab saja, masih bab 3.

Kang Ai lalu bilang "Gausah dulu banyak gaya dan sombong kalau skripsi saja belum beres" dengan nada bercanda.

Ya, akupun mengiyakan. Jangan dulu sombong atau banyak tingkah kalo skripsi saja belum beres. Skripsi memang tugas akhir yang menjadi mata kuliah, tetapi mengerjakannya butuh perjuangan.

Mengapa skripsi begitu penting? Saya bisa saja berpikir sedikit oportunis, pragmatis, atau bahkan naif. hahaha .... Isi skripsi sebetulnya ya bisa dibilang sama saja. Sama buat saya yang mengambil jurusan bahasa. Isi skripsi ga akan jauh dari metode mengajar, evaluasi, analisis teks, dan berbagai cabang linguistik yang lain. Isinya pun bisa dibilang sama saja. Mungkin judul yang aku tulis sudah pernah dimuat oleh orang lain, hanya saja lokasi dan fokus sedikit berbeda. Jadi apa yang membedakan?

Tanggung jawab.

Tanggung jawab dalam proses penulisan skripsi lah yang membedakan. Saya sadar akan hal itu. Skripsi untuk jurusan bahasa memang (perlu diakui) tidak serumit jurusan kimia atau fisika nuklir hehehe. Tetapi, proses penulisan yang melibatkan integritas dan kejujuran itulah yang membedakan. Banyak mahasiswa yang menggunakan jasa joki agar skripsinya cepat lulus. Ada yang beralasan sudah malas, sudah tua, sudah mandek, dan bla bla bla ...

Saya berpikir, apakah jika lantas skripsi kita selesai, lalu mendapatkan pengakuan, apakah kita bisa berbangga saat kita ingat bahwa skripsi kita dikerjakan oleh orang lain?

Sekarang pergerakan mahasiswa begitu bervariasi dan unik. Ada yang fokus di bidang politik, ekonomi kreatif, pergerakan, pemuda, pariwisata, dan berbagai isu yang hangat untuk dijadikan fokus kegiatan. Gak jarang pemuda menjadi sangat idealis. Tetapi, kalau ingat skripsi kita dikerjakan orang lain, apakah kita masih bisa seidealis itu?

Bukan bermaksud menggeneralisasi, tetapi memang potret yang ada seperti itu. Bisa saja kita terus menggaungkan mahasiswa sebagai agen perubahan, tapi jangan sampai agen kita ini malah su'ul khatimah (berakhir buruk) karena skripsi yang sebetulnya menjadi tolak ukur tanggung jawab dan kejujurannya malah dikorbankan hanya karena alasan "sudah capek".

He he he he

Kopi itu pahit, tapi sepahit-pahitnya kopi, kita bisa memadu-padankannya dengan bahan lain sehingga terasa nikmat.
Skripsi itu pahit, tapi sepahit-pahitnya skripsi, kita bisa memadu-padankannya dengan pengalaman dan pekerjaan lain sehingga terasa nikmat.

Yuk lanjut skripsian ....

di @wikikoffie

maaf bercampur antara saya dan aku ....

taken by me

Selasa, 27 Oktober 2015

Kembali Menulis

Sebenarnya ini adalah hal kurang baik. Mengapa? Karena menulis dalam benakku hanyalah kegiatan yang dapat dilakukan saat kosong dari berkegiatan. Lalu apakah sekarang ini kosong? Jawabannya tentu tidak.

Ada banyak kesyukuran yang aku alami sejak aku berhenti menulis. Kalau dilihat, tulisanku terakhir ada pada tahun 2012. Ya, mungkin blogku ini sudah menjadi ruang gelap berdebu yang dipenuhi dengan sarang laba-laba. Hehehe. Tetapi, aku meninggalkan kegiatan yang menyehatkan ini bukan karena malas. Tapi karena banyak petualangan yang aku alami.

Saat 2012 aku masih duduk di semester 3. Saat aku masih begitu ambisius dan masih merasa sedikit kecewa karena fakta kuliah yang aku rasakan bukan seperti yang aku idamkan. Saat masih duduk di bangku pesantren, aku selalu membayangkan bahwa kuliah adalah dunia akademis yang begitu dinamis. Dipenuhi dengan nuansa diskusi dan debat, membicarakan permasalahan masyarakat dari sisi sosial dan politik, lalu aktif turun ke lapangan membuat sedikit perubahan. Tapi ternyata, jurusan yang aku ambil tidak mengajari hal itu secara langsung. Aku banyak dihadapkan dengan materi bagaimana menjadi guru, membuat silabus, memahami kurikulum, membuat RPP, dan tentunya membuat evaluasi. Saat itulah pandanganku pada dunia kuliah sedikit bias.

Di situlah aku berubah pikiran. Lebih baik menyibukkan dengan berbagai kegiatan yang membuat pikiranku terbuka luas. Di sinilah aku memulai petualangan. Saat semester tiga, aku mencoba mengikuti kegiatan Model United Nations yang diadakan oleh Kemenlu. Bertempat di Asia Afrika, nuansa internasional begitu kental terasa. Kami berdebat seolah kami adalah para wakil negara yang sedang ruwet memikirkan berbagai masalah. Faktanya, aku hanya duduk diam dan sama sekali tidak berbicara di hari pertama. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku bukan anak HI meski ingin sekali kuliah di HI. Tapi aku bersyukur karena di sebelahku, Bang Sabir, anak HI Unhas, memberi tahuku tentang sistem dan teknik persidangan. Ya, inilah pelajaran pertama. Inilah tempat yang dulu aku idamkan.

Masuk di semester tiga pula, aku mengikuti kegiatan MUN yang sama, yaitu Diponegoro Model United Nations. Bekal yang aku bawa sejak ikut MUN di NuMUN (Nusantara MUN) kini mendorong diriku untuk memahami MUN lebih baik. Alhamdulillah aku mendapatkan Best Delegates saat itu. Meski aku sadari bahwa yang mengikuti DMUN bukanlah anak-anak HI yang sudah pergi ke luar negeri seperti saat aku mengikuti NuMUN. Ya, di sana hanya aku yang sudah berpengalaman. hehehe.

Tak apa, toh prestasi ini mendorongku untuk mengikuti kegiatan lebih banyak. Masuk semester empat aku mengikuti lomba pidato di Unpad. ALSA UNPAD tepatnya. Dan dari sana pula aku mendapatkan juara 2. Jujur, rasa percaya diriku semakin bertambah. Hingga inilah yang mendorongku untuk mengikuti MUN kembali di UI. Lalu mengikuti ALSA kembali di UI. Intinya, hampir tiap semester aku selalu pergi ke luar. Jatah bolos tak pernah aku sia-siakan. hehehe

Masuk semester lima, aku lebih betah di kampus. Terpilih sebagai ketua himpunan membuatku lebih banyak tinggal di kampus. Tapi aku bersyukur pula karena dari situ aku diterima sebagai salah satu penerima Beswan Djarum. Ya, lagi-lagi jatah bolos tak akan aku sia-siakan.

Masuk semester enam, aku lebih asyik di dunia wirausaha. Program PMW yang aku impikan sejak mahasiswa baru kini aku raih. Alhamdulillah usaha skala mahasiswa yang aku jalani ini berjalan baik. Hingga memasuki semester 7, aku masih menjalankan usaha ini.

Semester 7 aku coba menjajal kemampuan di dunia kedutaan. hehehe. Ya aku mencoba untuk daftar di Duta Bahasa Jawa Barat. Setelah melewati proses yang sangat panjang, aku mendapatkan juara 1 dan mewakili Jabar ke tingkat nasional. Mimpiku tercapai! aku mewakili Jabar ke ajang nasional. Dan di sana aku mendapatkan juara harapan 3. Akhir tahun aku mencoba mengikuti lomba fahmil quran di Telkom. Dan alhamdulillah untuk regional Jabar aku mendapatkan juara 2.

Masuk semester 8, kesibukan usaha, PPL, dan skripsi sangat menyita waktuku. Semester 8 nampaknya aku harus sedikit bersabar karena PCMI yang sejak lama aku usahakan tidak berhasil menjadi pencapaianku. Tak apa-apa. Semoga menjadi pelajaran bagiku.

Masuk semester 9, kini aku hanya berkutat dengan skripsiku saja. Tentu ini adalah bagian yang paling menantang bagiku. Karena jika skripsi terus berlarut-larut, aku susah bergerak. Banyak program di depan yang menantiku dan aku ingin mencapai itu kembali.

Mungkin ini pula alasan mengapa aku tidak kembali menulis. hehehe. Terkadang terharu juga jika membayangkan bagaimana saat masih semester muda dulu berjibaku di berbagai kegiatan. Niatku menulis bukan untuk pamer atau riya. Aku hanya ingin refleksi, melakukan self-healing karena selama ini aku selalu merasa bingung. Selalu merasa bahwa apa yang aku lakukan sekarang mengurung kreatifitasku. Semoga skripsi ini cepat selesai, setelah itu, mari kita berpetualang lagi!

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish