Selasa, 22 November 2011

Kemanakah mimpi itu akan berlabuh ……

Kuterbangun dalam keadaan lunglai. Pukul 03.10 malam. Antara bingung dan setengah sadar. Akhirnya ku bangkit dan mengambil air wudhu lalu ku sholat isya. Perasaan tadi baru nonton bola, kenapa sekarang tiba-tiba ada dikasur?.
Kunyalakan laptopku. Kuteringat ada tugas yang kini belum kuselesaikan. Menilai sebuah film dengan point 1 sampai 5 dan tidak memilih 3. Akhirnya kupilih sebuah film yang menjadi sebuah film terbaik dan menginspirasi banyak orang, “ Sang Pemimpi”.

Sebuah film epik yang dirilis oleh sutradara ternama yang dikenal dengan karyanya yang begitu menyentuh banyak orang. Riri Riza. Sutradara brilian yang selalu mengangkat nilai-nilai moral dan motivasi dalam setiap film yang dirilisnya. Melihat sosok Riri Riza, meskipun tidak tau banyak tentang biografinya, aku tau bahwa dalam kreasi dan imajinasi, bila dibubuhi sebuah nilai positif, akan menjadi sebuah ledakan yang begitu sensasional. Dari sebuah film, banyak patuah dan nasihat merasuk ke jiwa manusia dan mampu merubah hati setiap insan.

Melihat dari sisi lain akan film ini. Ternyata membuat sebuah karya yang bagus tidak mesti dan harus selalu dibubuhi dengan efek imajinasi atau karikatur yang gagah, lucu, atau yang parah-parahnya seksi dll. Dari sebuah setting dan tema yang cukup simple, banyak ditemukan hampir diseluruh sisi negara Indonesia, yaitu pedesaan, film ini lebih menekankan pada nilai dialog, karakter pemain, dan konflik anak muda yang terjadi. Film ini jarang menampilkan tatanan kota yang hedonis, bahkan sama sekali tidak ada kesan glamour atau bling-bling. Film sederhana. Yang mewakili hampir setengah kondisi sosial negara kita. Maka film ini terasa lebih mudah diterima semua kalangan, ketimbang film yang hanya menampilkan dunia malam, clubbing, atau hal-hal nonsense yang sudah usang untuk ditampilkan.

Karakter Aray yang terkesan kuat mental, sedikit keras kepala, dan tangguh dalam memegang mimpi. Ternyata keras kepala tidak selalu harus ditampilkan dengan kesan bengal atau garang. Karena keras kepala itu sendiri adalah paku yang menancapkan kaki kita pada pijakan yang kuat. Bukan keras kepala yang menonjolkan ego atau pun angkuh. Liatlah adegan ketika Aray dihukum oleh Kepsek untuk membersihkan kamar mandi. Iya tidak terkesan menolak atau berontak. Malah Ikal yang tiba-tba tempramen dan marah-marah. Keras kepala adalah sikap dimana apapun yang terjadi, kaki kita tidak akan goyah sedikitpun. Bukan sikap egosentris atau angkuh. Tapi santun dan rela berkorban demi sedikit kebahagiaan bagi orang lain.

Sang pemimpi adalah salah satu dari suplemen motivasi yang menjamur dikalangan masyarakat kita akhir-akhir ini. Banyak novel, film atau bahkan suatu drama yang mengusung tema yang sama namun hanya yang terpilihlah yang tetap tinggal dihati setiap kalangan. Sang pemimpi mengajarkan kepada kita tentang satu hal yang sangat simple untuk diucapkan tapi begitu berat dan butuh perjuangan untuk terus mempertahankannya. “Jangan Menyerah Dengan Keadaan”. Menyerah sama dengan kalah. Dan itu amat terasa ketika kita melihat scene demi scene dalam film ini.

Pengorbanan, persahabatan, dan perjuangan digambarkan dengan tema yang sederhana, bahkan amat sederhana. Tetapi bila kita mencoba berkaca, berapa orang dari kita yang mampu melakukan apa yang tiga sahabat ini lakukan? Mereka tanpa gengsi atau malu sebagai pelajar mau bekerja dipinggiran pelabuhan, atau bekerja serabutan di pabrik es, atau bekerja mengantar minyak goreng kesebuah warung dipasar. Mereka tidak manja. Tidak selalu menggantungkan diri kepada orang tua. Mereka selalu berusaha untuk berbuat maksimal dengan usaha mereka. Dengan berbagai keterbatasan, mereka tidak malu untuk mendongakan leher keatas. Menjawab setiap tantangan kehidupan. Dan tidak ragu untuk melangkah.

Dalam film ini ada beberapa scene yang menceritakan kisah “asmara” antara Aray dan Nurmala. Tapi yang ingin saya ungkap, justru di film ini hanya sedikit dan beberapa cuplikan saja yang menceritakan kisah itu. Dan kita coba sekali lagi untuk berkaca, dalam kehidupan kita berapa banyak scene “asmara” yang terekam oleh kamera kehidupan? Lalu berapa banyak scene “perjuangan” yang terekam dalam track record kehidupan kita? Saya merasa terbalik malah terlalu banyak main-mainnya daripada berjuang untuk menggapai cita-cita. Ingat apa kata pak Mustar “Tidak mudah menggapai mimpi itu, butuh perjuangan dan pengorbanan” juga kata pak Julian Balia “Bukan seberapa besar mimpi kita, tapi seberapa besar kita untuk mimpi itu”.

Maka kemanakah mimpi itu akan berlabuh? Apakah akan berlabuh pada dunia yang biasa-biasa saja karena usaha kita selama ini biasa-biasa saja? Atau menjadi seorang pemimpi yang berevolusi menjadi pengkhayal karena miskin pengalaman dan pengetahuan? Atau menjadi seonggok daging yang hanya makan dan minum lalu berkeluarga? Tentu kita tidak ingin hal-hal diatas menjadi nasib bagi kita, oleh karena itu, sebelum kita memulai ini, pekikan kata-kata yang memberimu inspirasi !!
KEBERHASILAN ADALAH HAK. JIKA KAU MAMPU MENEMBUS LANGIT, TEMBUSLAH !! KAU TIDAK AKAN MAMPU MENEMBUSNYA KECUALI DENGAN KEKUATAN YANG BESAR.
Maka hari ini kita belajar dari sebuah film.Kita beruasaha untuk menambah ritme “perjuangan” untuk menggapai cita-cita kita.
8th November 2011

Tidak ada komentar:

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish