Rabu, 13 Juni 2012

Sabang, Ujung Indonesia Dalam di Hati

Indonesia memang tidak akan pernah  habis bila diceritakan. Apalagi keindahan alam dan panorama yang luar biasa ternyata masih banyak yang belum terjamah oleh manusia. Bahkan beberapa ada yang baru ditemukan dan diproyeksikan menjadi cagar alam. Sebagai orang Indonesia, tentu kita harus bangga akan kekayaan alam yang kita miliki ini. Janganlah jauh-jauh dulu ke Universal Studio atau Disneyland, mari kita telusuri Kota Sabang dengan panorama lautnya yang indah.

Sebagaimana kita tahu, Sabang adalah sebuah kota di ujung barat Indonesia. Pengalaman ini penulis dapat ketika mendapatkan tugas untuk mengajar di salah satu dayah di Aceh. Ketika liburan tiba, kami memutuskan untuk pergi berwisata ke Pulau Weh menuju Kota Sabang. Setelah persiapan yang matang, kami yang berjumlah 10 orang berangkat menuju pelabuhan Ulee Lheue. Pada mulanya pelabuhan ini tidak seperti yang saya dan kawan-kawan lihat. Ada banyak sekali guratan dan sisa-sisa renovasi pasca musibah tsunami beberapa tahun silam. Meski demikian, pelabuhan ini tampak sudah lebih baik dari sebelum tsunami datang. Pemandangan pelabuhan yang cukup memesona membuat kami penasaran tentang bagaimanakah keindahan alam di nol kilometer Indonesia itu. Pulau Weh yang sudah tampak akan segera kami "sambangi" dalam satu jam kedepan. 


Penulis dan seorang murid dari dayah di atas Kapal Feri


Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam. Meski dibilang cepat, akses menuju peristirahatan cukup lama. Kami sempat menunggu beberapa menit setelah tiba di Pelabuhan Sabang. Melihat pemandangan yang sangat indah, kami menyempatkan diri mengambil beberapa gambar dari sisi pantai Sabang yang membuat mata berdecak.



Setelah rombongan penjemput tiba, kami segera menuju peristirahatan di salah satu dayah di Sabang. Cuaca yang cukup panas membuat kami agak kelelahan. Meski demikian, rasa penasaran kami akan indahnya pantai Iboih dan megahnya tugu Nol Kilometer membuat kami tidak tahan beristirahat terlalu lama. Selang beberapa jam, kami segera bersiap untuk menuju tempat yang paling ingin kamu tuju yaitu Pantai Iboih.

Dari jauh nampaknya Pantai ini hampir sama dengan pantai-pantai yang lain. Tapi yang unik dari pantai ini adalah adanya konservasi karang batik beberapa kilometer dari Pulau Iboih. Karang Batik adalah semacam koloni terumbu karang yang memiliki corak seperti batik. Kami menyewa jasa perahu motor untuk berkeliling pulau rubiah dan menikmati keindahan alam yang menghadap ke Samudera Hindia. Dari pantai Iboih, pemandangan tidak begitu tampak karena terhalang oleh Pulau Rubiah. Tak sabar kami menunggu, kami segera menyewa peralatan snorkeling dan membeli beberapa camilan. Kami segera berangkat menuju Pulau Rubiah. Disanalah pengalaman Snorkeling pertama kali kami rasakan. Berenang dan menikmati keindahan bawah laut secara langsung membuat kami tak sabar. 



Pemandangan disekitar Pulau Rubiah tampak sangat indah. Beberapa tanaman menempel di dinding tebing pulau yang tidak dihuni oleh penghuni tetap. Dahulu, di pulau ini terdapat sebuah asrama haji yang akan diberangkatkan menggunakan kapal. Tapi seiring berjalannya waktu, asrama haji ini kini hanya sebatas gedung tak berpenghuni dan menjadi habitat lumut dan ilalang. Memang beberapa sisi dari Pulau Rubiah ini bersebelahan dengan laut dalam yang memungkinkan kapal laut merapat. Tapi disisi lainnya, keindahan pasir putih dan terumbu karang menjadi incaran kami semua.


Persiapan snorkeling
Setelah tiba disisi Pulau Rubiah, kami segera mengenakan peralatan snorkeling dan menyeburkan diri ke laut. Laut yang tidak terlalu dalam serta pelampung yang menempel dibadan tidak membuat kami khawatir untuk tenggelam. Disinilah kami melihat keindaha bawah laut yang sangat indah. Ikan-ikan berwarna-warni dan binatang laut tampak bersahabat jinak. Sempat penulis mengkhayal kalau-kalau datang sebuah mahluk aneh dari laut. Tapi ternyata, ikan yang berwarna-warni, terumbu karang yang sangat indah, serta anemon laut yang menari indah didepan kacamata renang kami membuat kami lebih betah tinggal didalam laut ketimbang didaratan. Seorang teman kami nekat melepas perlatan snorkelingnya dan menyelam menuju dasar laut untuk mengambil bintang laut yang masih menggeliat. Meski tampak seperti batu, bintang laut yang lucu bergerak-gerak ketika diangkat ke permukaan air. Beberapa ikan berduri tampak berlarian ketika kami coba untuk dekati. Sungguh panorama indah ini tak ingin kami lewatkan dengan segera.




Snorkeling di Pantai Iboih dan Rubiah


Lelah menikmati pemandangan laut, kami segera beristirahat dipinggir pantai yang berpasir putih. Beberapa ekor kera tampak bergelantungan didahan pohon. Pulau ini menyimpan banyak keindahan. Selesai beristirahat di kawasan snorkeling, kami berjalan menuju sisi pulau yang lain. Saat berjalan menyusur pulau, kamu menyaksikan sebuah Asrama Haji yang daritadi menjadi perbincangan. Meski tak berpenghuni tetap, Pulau Rubiah ini masih terhitung cukup terawat. Sesampainya disisi yang menghadap ke Samudra Hindia, kami melihat pemandangan laut lepas yang sangat indah. Disisi pantai ini terdapat beberapa rumah makan kecil dan musholla. Kami segera membersihkan diri dan bersegera menunaikan shalat.

Seusai shalat dan menikmati beberapa camilan yang kami bawa, kami berjalan menuju bebatuan besar yang bersebelahan langsung dengan laut dalam. Deburan ombak besar menghujam dinding batu meninggalkan embun tipis beterbangan. Tak lupa kami mengambil beberapa photo disini.

Cuaca sudah semakin sore, kami segera memutuskan untuk kembali ke Pulau Weh dan menuju tempat peristirahatan. Sepanjang jalan pulang, kami disuguhi pemandangan terumbu karang yang indah dari bawah kaca perahu motor. Kamu seperti meliaht akuarium tanpa batas. Sesampainya diatas konservasi Karang Batik, perahu motor dihentikan. Penulis dan seorang teman memiliki ide untuk masuk kebawah perahu dan direkam dari atas kaca. Nelayan kapal merekomendasikan agar tidak menggunakan peralatan snorkeling karena akan kesulitan ketika menuju bawah perahu. Hal itu pun penulis lakukan. Hanya bermodalkan kacamata renang, penulis terjun kelaut yang cukup dalam dan menyelam kebawah perahu. Rekan-rekan kami dari atas merekam aksi itu dengan kamera. Pemandangan disini ternyata lebih indah, tapi juga lebih menegangkan.

Karang Batik

Penulis di bawah kaca perahu

 Di hari kedua, kami berencana untuk berjalan-jalan menyusuri Pulau Weh saja. Pulau Rubiah yang indah sudah kami lewati di hari kemarin. Hari ini kita akan menyusuri Benteng Jepang dan Tugu Nol Kilometer Indonesia. Akses jalan menuju kedua tempat itu cukup sulit. Jalan sempit yang diapit jurang membuat supir kami harus lebih berhati-hati dalam membawa mobil. Pemandangan kera liar berkeliaran menghiasi perjalanan kami. Setelah melewati perjalanan yang cukup sulit, kami tiba disebuah Tugu yang menyiratkan nilai sejarah yang ama kental. Tugu Nol Kilometer Indonesia.

Tugu ini adalah ukuran nol kilometer Indonesia. Disini terdapat banyak relief keramik yang ditempel dibatu-batu sekitarnya. Ada dari club motor, hingga komunitas dan pecinta alam. Banyak sekali orang-orang yang juga telah menyambangi tempat ini. Tapi bagi kami, ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Penulis berfikir, bagaimana bisa pada zaman dahulu para pahlawan dan proklamator menentukan ujung negeri ini ditempat yang sangat terpencil. Tempat terpencil dan tidak dihuni oleh penduduk disekitarnya. Jalan yang terjal dan mendaki, serta alam yang masih alami, membuat penulis kagum akan bagaimana perjuangan para pendahulu untuk menyatakan hak milik pulau ini. Tiap meter pulau ini menelan nyawa, tiap meter pulau ini meminta pengorbanan, dan tiap meter pulau ini menyimpan perjuangan.

Setelah menikmati keindahan dan pesan nasionalisme dari tugu ini, kami beranjak ke Benteng Jepang beberapa kilometer dari tugu ini. Benteng Jepang ini tidak terlalu besar. Hanya ada beberapa ruang kecil dan bangunan dengan atap terbuka. Benteng ini menghadap ke laut lepas dengan beberapa tumpukan batu bekas tatakan meriam dibeberapa sisinya. Penulis membayangkan, bagaimana dahsyatnya zaman penjajahan hingga Jepang mampu membangun benteng ditempat yang terpencil ini. Banyak korban pada zaman penjajahan untuk ini semua.

Selesai dari benteng dan tugu, kami kembali ke peristirahatan dan menikmati malam hari di Sabang. Kota kecil ini menyimpan segudang keistimewaan meski terletak di paling ujung Indonesia. Meski di peta Sabang berada di paling ujung, namun keindahannya berada di hati yang paling dalam.

Hasil perjalanan penulis rangkai menjadi sebuah film pendek di sini Wisata Bahari Sabang

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Asik euy yang traveling. ga naggung2 jalan2 nya ke sabang.
Murni liburan atau ada acara apa tu..?

Mas Huda mengatakan...

wow..... keren abiis jalan-jalannya

syndrome mengatakan...

Keren :D Portal Update

Fahmi mengatakan...

menarik!! kapan yah bisa mengunjungi titik nol kilometer indonesia :D

Tongkonanku mengatakan...

Walaun belum pernah ke sabang, tapi saya tahu sabang (pulau weh) terkenal dgn wisata bahari-nya. :)

Translate it

ChineseFrenchGermanItalianJapaneseEnglishRussianSpanish