Pidato Sambutan Konferensi Nasional Parlemen Muda
Bapak Anies Baswedan
Tulisan ini bersifat ulasan, rangkuman, dan deskripsi ulang
dari apa yang dipidatokan oleh Bapak Anies Baswedan
Pemuda dalam sejarah kelahiran bangsa ini selalu menjadi
motor penggerak. Sudah banyak bukti dan cerita bahwa pemuda selalu menjadi barisan
terdepan dalam perjuangan bangsa ini. Dahulu kita mengenal Jong Java, Jong
Celebes, Jong Sumatranen Bond, dan gerakan kepemudaan lainnya.Hingga proklamasi
yang dipekikan Bung Karno, semua dimotori oleh para pemuda. Tak ayal, Sukarno
pun ketika itu masih dalam usia muda.
Tapi pemuda Indonesia saat ini seperti tidak terdengar gaungnya.
Berbeda dengan semangat reformasi di tahun 1998 atau tahun-tahun sebelumnya. Apa
yang terjadi pada diri pemuda? Pemuda haruslah membawa gerakan dan gagasan
baru. Lalu kebaruan apa yang akan kita bawa selaku pemuda? Kita tarik garis
tengah, mengapa pemuda saat ini tidak terlalu keras gema dan gaungnya? Bukan
masalah partisipasi atau minimnya kesadaran para pemuda dalam dunia pergerakan,
tidak, pemuda saat ini sudah banyak yang turut andil dalam berbagai gerakan di
negeri ini, tetapi kebaruan apa yang
akan para pemuda bawa dan perjuangkan?
Sering kita mendengar berbagai konferensi, gerakan, kongres,
atau perkumpulan pemuda yang mengatas namakan suara rakyat. Tapi yang sering
kita temukan pula, kita terlalu banyak berkeluh kesah dan menambah pesimisme.
Kita terlalu asyik mengutuk, mencibir, dan mencemooh kenyataan pahit yang ada
saat ini. Oleh karena itu, sebaiknya perkumpulan, gerakan, dan kongres itu
diganti visinya. Bukan hanya untuk mendiskusikan isu dan memprotesnya sampai ke
turun kejalan. Bukan itu saja. Memang demonstrasi memiliki pengaruh besar dalam
membuat perubahan, tapi bukan hanya demonstrasi yang menjadi titik semua
perubahan. Kita berdiskusi dan menyatukan ide untuk suatu aksi. Aksi yang
membawa perubahan. Banyak ide kreatif yang kita punya untuk membuat sebuah gerakan perubahan. Bukan hanya mencibir,
mengutuk, dan mencemooh kenyataan pahit
yang sedang terjadi. Ingat, dinegeri
kita ini, masih banyak orang baik yang mampu menjawab semua permasalahan
yang ada. Masih banyak solusi dan jalan keluar dari semua problematika yang
ada. Hanya yang berani yang mampu untuk membuat perubahan. Dan yang berani
bukan hanya satu atau dua orang. Tetapi jutaan, bahkan ratusan juta.
Apa yang harus pemuda miliki? Bekal apa yang harus pemuda
punya untuk suatu perubahan itu?
Pemuda memiliki semangat juang tinggi dan energy yang besar.
Tetapi, sering kita lihat, beberapa pemuda tidak menyadari bahwa mereka
memiliki kekuatan itu. Kita terlampau asyik dalam kesenangan, hura-hura, dan
hal-hal yang bersifat mubadzir. Coba kita pikirkan, bila setiap pemuda mampu
membaca buku dalam sehari, lalu menuliskan apa yang ide yang ia miliki satu jam
sehari saja, kita bisa lihat bahwa pemuda memiliki kemampuan penalaran yang
tinggi. Satu jam saja. Bila dibandingkan dengan nongkrong, bermain-main,
jalan-jalan, satu jam mungkin tidak terasa apa-apa. Disinilah kita perlu
melatih diri. Melatih kepekaan. Melatih kesadaran bahwa permasalahan yang ada
lebih menarik perhatian kita daripada kesenangan yang kita kerjakan. Anak
jalanan yang membutuhkan uluran tangan kita masih berjumlah ribuan dinegeri
ini. Rakyat miskin masih berjumlah jutaan dinegeri ini. Mereka yang putus
sekolah masih bersifat ribuan dinegeri
ini. Lihatlah kawan, apakah Syahrir, Bung Karno, Bung Hatta sibuk dalam
kesenangan mereka saja? Apakah Soe Hok Gie, Arif Rahman Hakim, Soedirman mereka
asyik nongkrong saja? Tidak kawan! Mereka rela meninggalkan kesenangan mereka
sebagai kaum muda untuk suatu gerakan. Mereka melatih diri sejak muda, bahkan
mereka rela mengorbankan nyawa mereka untuk suatu perubahan? Dimanakah kita
sekarang kawan? Dimanakah kita saat ini para pemuda?
Ketika Bung Hatta meresmikan suatu bendungan didaerah
Sumatera Barat. Bung Hatta berpidato dan mengatakan bahwa dinegeri ini, akan
dibutuhkan banyak Insinyur dan Teknisi. Maka beberapa tahun kedepan, dari sana
banyak lahir para Insinyur brilian dan cerdas. Mengapa mereka mau mengikuti apa
yang Bung Hatta katakan? Karena dalam tubuh Bung Hatta ada sebuah intregritas.
Bung Hatta tidak peduli berapa uang yang akan ia terima dari royalty, atau
proyek yang dikerjakan. Bung Hatta tidak lantas ikut-ikutan tender dalam
pembangunan berbagai sarana. Bung Hatta tidak mengharapkan jabatan atau kursi
dari ide yang ia cetuskan. Bung Hatta berkata demikian dengan ikhlas. Tanpa
memikirkan serupiah pun untuk dirinya. Semua ia lakukan untuk Indonesia.
Intregritas. Betapa negeri kita saat ini menanti para pemimpin yang memiliki intregritas. Pemimpin yang
ikhlas dan rela berjuang demi sebuah kemajuan tanpa ia harus berharap satu sen
pun masuk dalam sakunya. Inilah yang perlu kita latih kawan. Kita melatih
intregritas dan nilai kebaikan dalam diri kita. Kita harus mampu berlatih untuk
membedakan mana kepentingan pribadi dan mana kepentingan publik. Kita harus
tahu batas, dimanakah ranah kita mencari penghidupan, dan ranah kita untuk
berjuang demi kepentingan umum. Apakah itu mampu kita lakukan hanya dalam
penataran selama satu minggu atau satu bulan? Tidak sama sekali. Kita harus
melatih itu semua dari saat ini. Melalui berbagai kegiatan yang kita ikuti.
Melatih kepekaan. Melatih kepedulian. Melatih intregritas. Semua dilakukan
bukan dengan sekejap, namun butuh latihan selama bertahun-tahun. Dan itu yang
perlu kita latih dari SAAT INI.
Bila kita berkata kita optimis dengan negeri ini. Tapi
mengapa negeri ini begini-begini saja. Kalau kita berkata orang baik dinegeri
ini banyak, tapi mengapa dinegeri ini masih banyak orang-orang yang korupsi
untuk perut mereka? Jawabannya adalah karena orang baik tidak terorganisir
dengan baik. Orang baik sering kita temui dipelosok, didaerah,
dikampung-kampung. Mereka berbuat demi maslahat orang namun tidak terorganisir
dengan baik. Oleh karena itu, kawan, pastikan diri kita TER-ORGANISIR dengan
baik. Pastikan diri kita masuk dalam barisan. Pastikan diri kita berkumpul
dengan orang-orang baik yang bersatu. Pastikan diri kita masuk dalam jajaran
penggerak. Pastikan bahwa kita hidup dan kita ada.
Tidak ada kebahagiaan yang nyata, kecuali kita bisa
meninggalkan jejak kebaikan untuk generasi yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar