Manusia yang dilahirkan dengan fitrahnya telah diwarisi dengan kesempurnaan. Meski bentuk fisik dan tubuh ada yang tidak sempurna, tapi sesungguhnya tiap-tiap manusia memiliki bakat dan potensi. Sejarah telah membuktikan, bahwa meski tubuh manusia tidak semuanya sempurna, banyak diantara mereka yang justru menemukan bakat dan potensinya dari kekurangannya itu. Sebagai contoh sebut saja Kim Peek, dan Nick Vujicick. Kim yang terlahir dengan cacat mental bahkan dapat membaca dua halaman buku sekaligus. Nick yang tidak memiliki lengan dan kaki, kini menjadi seorang trainer yang dikenal oleh masyarakat dunia. Mereka yang memiliki keterbatasan saja bisa menemukan siapakah dirinya, lalu bagaimana dengan kita yang dianugerahi kesempurnaan ?
Kenalilah dirimu maka kau akan mengenal Tuhanmu. Dari kata ini, kita bisa melihat bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan kecerdasan masing-masing. Tidak ada yang bodoh di dunia ini. Yang ada hanya mereka yang belum menemukan jatidirinya. Telusurilah sejarah hidup kita, kemanakah keinginan kita, dan akan seperti apa kita nanti, itu semua kita yang menentukan. Tapi banyak dari kita yang merasa sulit untuk menemukan “dimanakah jatidiri kita?”, ini menjadi sebuah kajian menarik. Di zaman yang penuh dengan persaingan ini, mereka yang tidak menemukan jatidiri dan potensi mereka akan terseok-seok mengikuti perubahan zaman. Lalu dimanakah fungsi kita sebagai “insan al-kamil?”.
Potensi adalah anugerah Tuhan. Sebuah bakat yang diberikan untuk menjadi sarana bagi kita sebagai manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan. Namun untuk mengetahui betul dimanakah bakat kita, perlu ada peninjauan khusus dan berbagai test yang dikenal dengan “psikotest”. Sebuah test dimana kita akan menjawab beberapa questioner dan memilih berbagai opsi yang disajikan. Meski hal ini tidak mesti selalu dilakukan disetiap kalangan, tetapi test ini terbukti efektif dalam menentukan minat dan bakat. Dari situlah kita akan melihat, kemanakah kecenderungan kita dalam memilih bakat dan minat yang kita miliki.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Howard Gardner, manusia memiliki delapan kecerdasan. Dari kedelapan inilah, ada satu atau dua bakat yang menonjol dan dominan. Itulah bakat. Sebuah panggilan tanpa keterpaksaan yang membuat kita enjoy, senang, dan menikmati apa yang kita lakukan. Dari bakat inilah muncul suatu potensi. Potensi yang menjadi kekuatan bagi seseorang untuk berbuat. Karena sebuah usaha yang dilandasi dengan potensi yang dimiliki akan menjadi sebuah kekuatan besar. Lihatlah pada mereka yang bekerja, berkarya, dan berbuat dengan potensi yang dimiliki. Merekalah yang berani menantang dunia. Mereka tak segan untuk berbuat menurut potensi yang dimilikinya, meskipun dia dicemooh, dicibir, bahkan dihujat oleh orang lain.
Tidak ada potensi yang menjerumuskan kita kepada sebuah kehancuran karena Tuhan telah memberikan kita akal dan hati. Yang diperlukan adalah sebuah penyelarasan. Antara akal, hati, dan pikiran. Dengan penyelarasan inilah, potensi yang kita miliki akan terasa lebih bermakna dan memberikan manfaat bagi sesama. Namun sebaliknya, bila potensi ini tidak selaras dengan akal, hati, dan pikiran justru akan menimbulkan kerugian bagi ummat manusia. Profesi dan pekerjaan tidak dijadikan sebuah wadah pengabdian bagi masyarakat, namun menjadi sebuah alat untuk memperkaya diri. Maka potensi, harus tetap dijaga dari hal-hal negatif yang ada.
artikel ini ditulis pada penerimaan anggota muda LEPPIM Universitas Pendidikan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar