“masa iya Renald deket ama seseorang”
“Iyaa aku denger dari temen aku, katanya dia lagi deket ama
seseorang”
“Siapa ya orang yang beruntung itu?”
Sejak tersiarnya kabar burung tentang kedekatan salah satu idola
kampus, para wanita mulai kasak-kusuk mencari informasi tentang siapakah orang
yang dekat dengan sang idola. Idola yang sangat populer dikalangan wanita
seantero jurusan. Bahkan tidak sedikit senior yang mengidolakan dan rela
menjual muka demi meminta foto bareng atau sekadar ngobrol-ngobrol ringan.
Sekilas sang idola hanya lelaki biasa. Tetapi suara romantisnya ketika
membawakan salah satu acara di stasiun radio membuat namanya melambung. Suara
berat dan kata-kata romantis yang muncul dari mulutnya membuat siapapun yang
mendengar akan luluh dan jatuh hati.
Mungkin kata-kata itu hanyalah sedikit gambaran betapa banyak
wanita di kampus yang memuja keistimewaan seorang Renald. Namanya Renaldy Ashraf.
Lelaki dengan badan tidak terlalu tinggi dan juga tidak bisa dikatakan pendek.
Tinggi 172 cm mungkin kalah bila dibanding dengan pemain basket. Kulitnya pun
tidak begitu putih. Bila dibandingkan dengan artis korea mungkin akan sangat
jauh perbedaannya. Meski demikian ia gagal untuk dibilang hitam atau sawo
matang. Sepintas tidak ada yang istimewa, tapi banyak wanita yang takluk dengan
senyum, lirikan, dan suara berat Renald. Ia terkenal dengan gaya casual yang
tidak begitu banyak menambah aksesoris. Bila dibandingkan, banyak pria yang
lebih gaya, atau lebih tampan dari dia. Dan ternyata, para wanita ternyata
lebih terpesona dengan Renald yang apa adanya
“Dia tuh cuek, gak banyak gaya, tapi senyumnya ituloh”
“Kalo dia udah ngomong, duuuhh, bikin gereget deh suaranya”
“Banyak sih yang lebih ganteng, tapi tetep deh aku milih Renald”
Ternyata sang idola hanyalah mahasiswa semester tiga jurusan
komunikasi di salah satu universitas negeri di negeri ini. Dia memulai karir
sebagai penyiar radio sejak tiga bulan yang lalu. Awalnya ia termasuk jajaran
pria “biasa” yang tidak populer dikalangan mahasiswa. Tapi setelah prestasi
yang ia capai, namanya meroket dan melambung ke angkasa. Ia pun hanya diam dan cuek ketika melihat
tingkah beberapa teman wanita yang baginya mulai bertingkah aneh. Ia hanya
berbicara ketika ia perlu. Dan juga akan tertawa, bercanda, dan kadang berbuat
hal gila ketika ia perlu.
Dan yang paling geger mendengar kedekatan Renald dengan seseorang
yang masih misterius ini adalah Silvi. Mahasiswi yang terkenal dengan
kecantikannya dan seringnya ia muncul di beberapa majalah remaja. Bahkan tak
jarang ia membintangi beberapa iklan dan produk kecantikan. Cantik dan
sempurna. Itulah komentar para pria bila ditanya tentang Silvi. Bahkan beberapa
mahasiswa rela mengerjakan hal bodoh demi mendapat sedikit perhatian darinya.
Silvi hanya menanggapinya dengan mendelik. Meski jelas ia merendahkan lelaki
yang meminta perhatian darinya, si lelaki akan dengan bangga dan mengatakan
“Gue diliat ama Silvi !!”.
*** *** ***
Silvi sang primadona masuk kelas dengan gusar. Ia mendengar dari
temannya bahwa Renald akan pergi dan tidak kuliah untuk suatu urusan. Dan yang membuat ia sangat gusar adalah
Renald pergi untuk mendekati seseorang itu. Ia tak habis pikir. Sejak mulai
masuk kuliah, ia tak pernah segila ini demi mendapatkan perhatian seorang
lelaki. Tapi kini ia harus menjual segala gengsi dan egonya hanya untuk sedikit
perhatian.
“Kenapa Vi ? bete amat” Sarah teman dekat Silvi bertanya
“Kemana sih tuh anak, ngilang ga jelas gitu” Silvi mengikatkan
rambut panjangnya kebelakang. Beberapa lelaki yang lewat kelasnya berhenti dan
tersenyum padanya. Silvi hanya diam.
“Oh, Renald?”
“Iya”
“Aneh yah tuh orang, dideketin ama kamu koq gak mau” Sarah mencoba
berkomentar. Meski didalam lubuk hatinya, ia juga mengagumi Renald diam-diam.
“Kenapa sih tuh anak, gila ya?”
Silvi terdiam. Ia memikirkan apa sebenarnya yang terjadi dengan
Renald. Terakhir ia ngobrol ketika makan siang di kantin jurusan. Sebenarnya
percakapan itu adalah percakapan yang memukul batin Silvi. Sebuah percakapan
yang membuat Silvi gusar dan kesal bukan main. Baru kali ini Silvi dijatuhkan
oleh seorang lelaki dan diragukan kecantikannya. Renald sama sekali tidak
menggubris perasaan Silvi dan dengan dingin mengatakan
“Kamu cantik modal duit”
Singkat namun dalam bukan main. Silvi memang orang kaya. Bapaknya
adalah salah satu manager di perusahaan ternama di negeri ini. Ibunya adalah
seorang dokter disebuah rumah sakit internasional. Namun sungguh Silvi memang
terlahir dengan kecantikan alami dan sempurna. Hanya Renald tahu bahwa selama
ini Silvi memasang dirinya dengan kelas tinggi. Dan enggan bergaul dengan
orang-orang “biasa”. Mungkin itu yang Renald tidak suka darinya. Silvi dinilai
angkuh oleh Renald.
“Aku bener-bener penasaran siapa orang yang deket ama Renald itu”
Silvi menaikan suaranya.
Dosen matakuliah pada jam
ini tidak masuk karena suatu alasan.
Suasana kelas cukup ramai meski tidak berisik atau bising. Banyak mahasiswa
yang hanya mengobrol atau sekedar baca-baca.
“Demi orang itu, Renald rela meninggalkan kuliah buat dua minggu”
Silvi menyambungkan
“Trus kamu mau gimana vi?, orang Renaldnya juga ga masuk”
“Gue harus ngusut siapa aja yang deket ama Renald seminggu terakhir
ini”
Silvi menemukan ide. Ide gila tepatnya. Ia berencana untuk mengusut
dan mengintrogasi siapa saja yang selama ini dekat dengan Renald. Mengapa
Renald rela meninggalkan kuliah deminya. Dan tentu senjata ampuh Silvi untuk
menilai kelayakan orang itu, seberapa cantikkah orang itu dibanding dia. Silvi
keluar kelas, dan bergegas menuju kelas lain di lantai dua. Ia melancarkan
aksinya dan mulai menanyai orang-orang yang menurut dia memiliki kedekatan
dengan Renald. Silvi beranggapan Renald menyukai perempuan yang labih cantik
dari dia. Dan target selanjutnya adalah Farah, teman satu jurusan, namun masih satu divisi
dalam kepengurusan himpunan. Silvi menemukan mereka tengah mengobrol di selasar
kantor jurusan dan sempat saling tertawa.
*** *** ***
“Bener kamu gak tau dia kemana?” Silvi membawa Farah kesebuah
lorong sepi.
“Engg .. enggak tau Silvi, aku cuma ngobrolin dosen waktu itu”
Farah tergagap menjawab pertanyaan Silvi yang sebenarnya adalah desakan.
“Ya gak mungkin kamu gak tau, orang jelas aku ngeliat kalian ketawa
gitu” Silvi mulai menekan Farah.
“A .. a.. aku gatau Silvi, bener, tapi pas Renald ngobrol ama aku,
katanya dia lagi nyari Karin, ada yang mau diomongin .. gi .. gitu” Farah
mencoba melepaskan diri dari desakan Silvi, tapi pegangan erat Silvi di
lengannya tak mampu membuatnya bebas. Farah adalah orang ke tujuh yang
diperlakukan seperti ini oleh Silvi.
“Karin? Anak kelas A3?”
“I .. Iya, Karina “
Silvi terdiam sesaat. Meski tangannya belum lepas dari lengan
Farah, Silvi seperti menemukan harapan agar dapat tahu kemana Renald pergi.
Karin memang termasuk perempuan cantik di kampus. Karin adalah seorang penyiar
radio juga seperti Renald. Silvi meyakinkan diri bahwa perempuan yang selama
ini dekat dengan Renald adalah Karin.
“Oh gitu, oke, kalo kamu tau info lagi, cepat kasih tahu aku” Silvi melepaskan
genggamannya.
“Hmmm, iya iya, nanti aku kasih tahu” Farah cepat-cepat bergegas,
dia tak ingin kembali dalam keadaan terdesak.
Sang primadona pun bergegas menuju tujuan selanjutnya. Kelas A3.
Kelas dimana Karin belajar. Langkah gusarnya membuat
beberapa orang yang sedang duduk diselasar gedung jurusan -menyingkir. Mereka
tentunya tak ingin tertabrak, tertendang, dan ujung-ujungnya bermasalah dengan
sang primadona. Langkah gusar Silvi telah sampai dipintu kelas. Matanya menyapu
seluruh ruangan dan mencari seseorang yang sedang ia cari. Dan ... Karin sedang
duduk dikursi dan matanya fokus pada notebook didepannya. Silvi bergegas mendekati
Karin. Tanpa basa-basi Silvi menarik tangan Karin dan menyeretnya keluar kelas
“Apa-apaan sih lu? Permisi dulu dong” Karin tampak menahan diri. Ia
membetulkan posisi notebooknya yang hampir jatuh lantaran tangannya
tertarik-tarik. Ia masih duduk dikursi dan enggan beranjak.
“Gue
pengen ngomong bentar, ikut gue cepet” Silvi menaikan nada bicaranya, anak-anak
seisi kelas spontan memperhatikan dua perempuan yang tampak mulai menegang.
“Yaudah sih bilang langsung aja disini, pake acara narik-narik
segala” Karin tampak tak mau kalah. Bagi Karin, mengikuti apa yang dimau Silvi
bukanlah kepentingannya. Karin memang tipikal perempuan keras. Sang juara satu
Karate nasional mungkin akan sulit untuk
dibujuk.
“Fine ! ...Gue pengen nanya ama lo, dimana Renald sekarang, gue
denger dia terakhir ngobriol ama lo? “ Silvi sepertinya tak mampu menyeret
Karin keluar.
Karin sedikit terhenyak. Karin tak mengira Silvi akan menanyakan
hal itu padanya. Dilubuk hati yang paling dalam, Karin memang menyukai Renald
juga. Alasannya, bukan seperti perempuan kebanyakan dikampus yang
mengelu-elukan ketenaran Renald. Tapi Karin kenal baik dengan ia tahu apa yang
Renald alami. Dan saat terakhir Renald berbincang dengan Karin, Karin tahu apa
yang memang Renald cari saat ini. Renald tak mencari popularitas, ketenaran
atau bahkan pengagum seperti apa yang terjadi sekarang. Dan alasan Renald akan
hal itulah yang membuat Karin begitu bersimpati pada Renald. Karin memang tidak
secantik Silvi, tapi Karin juga memiliki pesona seperti Silvi. Karin manis.
Setelan rapi dan tidak banyak beratribut membuatnya tampil apa adanya. Meski ia
seorang atlet karate, sisi kewanitaannya tidak hilang. Ia tetap anggun dan
menawan sebagai seorang perempuan.
“Emang mau kamu apa dari dia?” Karin mulai menurunkan nada
bicaranya, tidak setinggi tadi.
“Bukan urusan lo, sekarang gue nanya dan gue cuma butuh jawaban
dari lo !” tampaknya sifat tempramen Silvi mulai naik.
“Ya bukan urusan lo juga dong tentang Renald, kenapa lo nanya ke
gue” ternyata darah karate nya mulai naik
ke ubun-ubun. Beberapa lelaki dikelas mulai beranjak dari duduknya,
khawatir akan terjadi perang dunia ketiga. Mereka mendekati dua perempuan yang
sedang berselisih paham.
“Lo tinggal bilang kan dimana dia, kasih tau ke gue nomer yang bisa
gue hubungi gitu aja susah amat” Silvi menyilangkan kedua tangannya. Silvi
sebenarnya takut kalau emosi Karin menaik. Silvi tahu Karin seorang atlet. Tapi
kecerdasan Silvi mengatur gestur membuatnya tampak santai dan tidak gugup.
“Yaa mana gue tahu, Renald cuma bilang kalo dia mau rehat kuliah,
that’s all” Karin memberi jawaban diplomatis.
Silvi tercengang, ia semakin penasaram akan apa yang dimau Renald.
Rehat kuliah? Silvi tak percaya Renald
akan mengambil keputusan itu. Kecuali Renald memang memiliki alasan yang kuat.
Silvi terdiam. Ia tak tahu apa yang harus ia tanyakan.
“Kalo lo emang mau hubungin dia, gue ada nomer pamannya di Madiun”
Karin tampaknya mulai paham apa yang dimau sang primadona.
“Berapa?” Silvi mendapatkan harapan.
“08562069783 .... Pak Hardi”
Karin memeberikan nomer itu pada Silvi.
“Makasih Rin” Silvi menurunkan nada suaranya. Para lelaki yang
semula bersiap membuat barisan perdamaian kembali duduk ketempat semula. Silvi
keluar kelas Karin. Membiarkan Karin yang duduk dikursi dan kembali berkutat
dengan motebooknya.
*** *** ***
Silvi pulang dengan memilih menaiki bus DAMRI dan tidak menelpon
supir pribadinya untuk menjemput. Silvi duduk didekat kaca. Debu yang menempel
tidak membuatnya risih. Ia memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Silvi
masih kacau dan penasaran apa sebetulnya yang dimau oleh Renald. Silvi sadara
bahwa kini Silvi bukan hanya menyukai Renald tapi teramat sangat mencintainya.
Perkenalannya dengan Renald di awal MOKA sudah membuat Silvi tertarik
dengannya. Memang Renald dulu tidak seperti sekarang yang digandrungi banyak
wanita. Silvi dulu juga tidak seperti sekarang. Renald dulu tetap Renald yang
apa adanya, tidak banyak gaya, dan cenderung penyendiri. Tapi Silvi merasakan
Renald adalah seseorang yang sangat berati bagi hidupnya. Interaksinya di dunia
maya membuat Silvi lebih mengenal siapa Renald sebelum orang lain tahu. Renald
adalah seorang yang puitis dan melankolis. Namun disisi lain, ia gemar bergaul
dan aktif seperti seorang sanguinis.
Renald selalu ceria dan senang bergaul dengan siapa saja. Ketertarikan
Silvi pada Renald mulai tumbuh dari hal yang simpel. Namun bagi Silvi, itu
adalah hal yang jarang ia dapati dari lelaki lain.
“Alasan kamu kuliah disini apa Nald?”
“Biar bisa bermanfaat buat orang lain”
Percakapan singkat tapi memiliki banyak arti. Sejak perkenalan
itulah sebetulnya Silvi telah menyukai Renald dengan alasan yang berbeda. Tapi
Silvi tak mengerti mengapa Renald begitu menjauh darinya dan sering memberikan
kata-kata tajam yang membuat hati Silvi menangis. Memang Silvi sadar perubahannya
terpengaruhi oleh pergaulan dia di dunia erntertainment dan modelling. Sejak
Silvi memutuskan untuk aktif didunia model, Renald mulai berubah dan
menjauhinya. Renald bukanlah tipe cowok yang suka memaksa perempuan untuk
mengikuti kemauannya. Tapi Renald akan berubah dan berbeda perlakuannya pada
perempuan yang tidak “sreg” dengannya. Silvi menyadari hal itu terjadi padanya
sekarang. Silvi dulu adalah perempuan lugu, manis, dan disukai banyak orang
karena keramahannya.
Semenjak semester tiga Silvi
terjun di dunia model, mengikuti banyak iklan produk kecantikan dan sering
tampil di televisi. Mulai saat itulah Renald menjauhi Silvi dan terjun dalam
dunia kepenyiaran dan broadcasting. Renald semakin menjauh dan jarang
berkomunikasi dengan Silvi. Silvi pun mulai menaikan prestise dan gengsinya
sebagai bintang. Dan Renald mulai naik popularitasnya sebagai penyiar radio.
Tapi itu tidak membuat komunikasinya berjalan baik dengan Renald. Dan kini, Renald hilang bagai ditelan bumi.
Tak ada yang tahu Renald kemana. Hanya kabar burung tentang rehatnya saja yang
tersiar seantero jurusan.
*** *** ***
Adzan subuh berkumandang. Ia mengambil peci dan sejadah lalu
menggantungkannya dibahu. Ia bergegas menuju tempat wudhu di sebelah masjid.
Air dingin menyapu wajahnya. Ia menyelesaikan wudhunya dan masuk ke masjid lalu
menggelar sajadahnya. Kedua tangannya
diangkat sambil mengucapkan takbir dan menaruhnya diatas dadanya. Ia menunaikan
solat qobliyah subuh. Solat yang para ulama mengatakan memiliki pahala seluas
langit dan bumi. Shalat yang dulu ia jarang lakukan. Dan selepas salam, ia
beranjak menuju shaff terdepan dan duduk menunggu iqomah dilafazkan. Ia
berdzikir dan mengagungkan asma Allah. Matanya terpejam tapi hatinya terbuka
dan terbangun. Selepas iqomah dilafazkan, ia pun solat berjamaah bersama para
jama’ah lainnya. Kicauan burung dan kokok ayam menambah suasana khusyuk. Disaat
orang-orang tertidur, mereka terbangun dan menunaikan kewajiban sebagai hamba
yang rendah dihadapanNya. Memenuhi perintah dan anjuran Tuhan.
Selepas menunaikan solat subuh, Ia kembali kekamarnya dan duduk
didepan meja belajar sambil mengambil sebuah buku yang belum selesai ia baca
sejak semalam. Matanya menari diatas kata-kata yang terukir, namun pikirannya
melayang jauh entah kemana. Ia membuka halaman awal buku tersebut dan membaca
tulisan yang tertulis indah dan rapi
“Selamat Ulang Tahun, semoga kita dapet apa yang kita mimpikan,
Silviana Dewiyanti”
Buku yang mengingtkannya pada seseorang. Seseorang yang ia sendiri
tidak tahu harus disebut sebagai apa. Sahabat? Teman? Pacar? kata ketiga adalah
kata yang paling ia benci. Ia tak mau kehilangan seseorang lalu menambah
atribut “mantan” bila menyebut namanya. Teman? Ia merasakan hal lain ketika
duduk berbincang dengannya. Sahabat? Mungkin ia tak ingin menjadi sahabat biasa
dan akhirnya seseorang itu menaruh hati pada orang lain. Lalu apa yang ia
inginkan? Ia tak ingin mengganggu orang yang dicintainya itu. Dan ia tak mau
orang yang ia cinta harus hancur kelakuan dan kepribadiannya hanya karena
mengikuti hawa nafsunya sebagai lelaki. Ia sadar ia bukanlah malaikat yang
diciptakan tanpa emosi. Ia tak ingin mengganggu kehormatan dan perasaannya.
Meski banyak teman-temannya yang menjalin hubungan satu sama lain, ia tetap
banyak menemukan kenyataan pahit. Mereka harus putus dan berubah menjadi orang
yang tidak saling kenal. Memang banyak yang berubah menjadi “sahabat” atau
“teman baik”. Tapi sejak berkecimpung didunia kepenyiaran dan menyiarkan salah
satu program “cinta”, ia sadar bahwa banyak wanita yang sesungguhnya tersakiti
oleh pasangannya selepas mereka putus. Banyak yang mengatakan “sahabat” setelah
mereka tak kembali menjalin hubungan, namun disaat ia siaran, ia menjadi tempat
curhat banyak perempuan via telepon.
Dan kini dia terpaksa menjauhi orang yang ia cintai demi menjaga
segala kemungkinan buruk yang terjadi. Meski ia sadar hal ini adalah keputusan
pahit, namun ia selalu yakin bahwa segala yang ia mulai dengan niat baik, akan
berbuah menjadi kenyataan manis pada waktu yang tepat, bersama orang yang
tepat, dan dengan alasan yang tepat. Dan sekarang ia sudah bulat untuk
menentukan siapa orang yang akan menjadi pendampingnya, yang menemaninya disaat
ia jatuh dan tersungkur, dan yang menyemangatinya dengan penuh kasih sayang.
Sebuah keindahan yang dijanjikan Tuhan bila hal itu dilakukan dengan ikatan
suci dan sah. Tapi ia sadar, ini bukanlah waktu yang tepat untuk segera
mengesahkan ikatan itu. Ada kewajiban yang harus ia penuhi lebih dahulu agar
menjadi pribadi yang matang dan bertanggung jawab. Juga sebuah kewajiban agar
ia tidak lalai dalam menunaikan perintah sang Maha Kuasa. Karena ia tahu, cinta
yang harus ia penuhi dahulu adalah cinta padaNya. Agar Dia meridhai, dan
memberkahi setiap keputusan yang akan ia ambil.
Suasana syahdu begitu terasa di pagi yang cerah ini. Sebagian murid
berkumpul di masjid sembil belajar
tilawah dengan Ustadz wali kelas masing-masing. Sebagian lain membersihkan
sekeliling masjid dan asrama. Keberadaan Renald ditempat ini bukan tanpa alasan
atau pertimbangan. Keputusannya untuk melanjutkan studi di Al-Azhar Kairo telah
ia ambil. Dan kini, ia sedang memantapkan hapalan Qur’an dan belajar bahasa
negeri Kinanah. Keputusan yang orang tuanya pun tidak setujui. Namun bukan
Renald bila ia tidak memiliki kemauan yang kuat.
Ia menutup buku tersebut. Dan mengambil Al-qur’an yang berada di
tengah-tengah meja. Ia mulai melantunkan ayat demi ayat. Meresapi firman Tuhan
yang dulu banyak ia abaikan. Disetiap segala permasalahan yang terjadi,
orang-orang hanya berkutat pada penyelesaian masalah dan enggan berinteraksi
pada Ia yang Memberi Kemudahan. Ia menyelami dalamnya bukti kuasa Tuhan pada
lafaz yang ia ucapkan. Sebuah petunjuk hidup yang selalu manusia abaikan, dan
lebih memilih membaca buku sejarah atau kisah orang-orang yang tidak dipastikan
hidup atau tidaknya. Sejenak ia larut dalam tafakkur tiba-tiba ia dikagetkan
dengan bunyi ponsel diatas meja belajarnya.
“Assalamualaikum,
pakabar Renald, maaf kalo aku ganggu kamu. Udah sebulan kamu gak kuliah dan gak
ada kabar pasti. Oke aku ga perlu tahu kamu dimana, dan apa yang kamu kerjakan.
Aku cuma mau kasih kabar, aku udah gak aktif di modelling dan yang lainnya. Aku
tahu kamu gak suka akan hal itu. Aku ngerti alasannya meski kamu ga pernah
bicara sama aku. Kita masih sahabatkan? Atau kamu udah ga anggap aku sahabat
lagi? .. heheh anyway, aku cuma ada satu pertanyaan ama kamu, yaaa dijawab atau
enggak, gapapa, aku udah siap akan keputusan yang bakal terjadi, so .... kamu
lagi deket ama seseorang ya? Hmmm aku cuma pengen jawaban iya atau enggak. Aku
ga ada hak buat tahu siapa orang itu. cuma yaa... biar aku ga tersiksa nungguin
kamu, dan memendam rasa ini sendirian. Thanks .... Silvi”
Renald tertegun sejenak. Dengan cepat ia membalas pesan singkat
tersebut
“Aku lagi
dekat ama Allah”
3 komentar:
ternyata Renald bukan lagi deket dengan seseorang, tapi lagi mencoba mendekati Sang Pencipta..
Aku setuju banget dengan "Karena ia tahu, cinta yang harus ia penuhi dahulu adalah cinta padaNya. Agar Dia meridhai, dan memberkahi setiap keputusan yang akan ia ambil."
Dulu waktu SMA pernah ditanya di depan kelas oleh Guru Inggris: "What's your type of girl?" "She loves Allah more than her love to me".
esensinya kesana Bang FAril ... ahahah, mungkin ini sedikit jawaban dari kegelisahanku. Dimana aku bingung untuk menentukan, pacaran atau tidak. Kepikiran deh buat bikin cerpen, ahahah semoga istiqomah lah pilihanku untuk ga pacaran dulu. Sebelum siap segalanya ... thanks udah comment ...
Agar mendapatkan ridho-Nya,,
Amiin,, jalan yg benar,,
Posting Komentar